GAYA KEPEMIMPINAN |
Salah satu faktor
pendukung keberhasilan dan kemajuan sebuah organisasi atau perusahaan adalah faktor
sumber daya manusia. Tingkat keberhasilan sumber daya manusia dapat diukur
melalui suatu penilaian kinerja karyawan dengan aturan, model dan sistem yang
telah ditentukan dan berbeda-beda pula. Tinggi rendahnya angka hasil penilaian
kerja sebanding dengan tinggi rendahnya tingkat kualitas kinerja karyawan itu
sendiri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Dalam artikel kali ini penulis ingin
memberikan contoh salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan,
baik secara teori yang disampaikan oleh beberapa ahli maupun yang telah
dibuktikan oleh beberapa peneliti. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja karyawan adalah gaya kepemimpinan.
Dengan
demikian dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara gaya kepemimpinan dengan
kinerja karyawan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka artikel ini akan
memaparkan secara rinci perihal teori dan implementasi dari gaya kepemimpinan yang
dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Selain itu artikel ini juga menampilkan beberapa
contoh penelitian yang dapat membuktikan dan memperkuat teori bahwa ada hubungan
antara gaya kepemimpinan dan kinerja karyawan.
1.
GAYA KEPEMIMPINAN
Setiap pemimpin memiliki gaya dalam
kepemimpinannya masing-masing dalam usaha memberikan pengaruh kepada bawahannya.
Gaya kepemimpinan yang dipraktekkan selain tergantung dari karakter atau sifat para
pelaku pemimpin itu sendiri juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik bawahan
dan lingkungan kerja.
Sebelum membahas lebih dalam lagi tentang
gaya kepemimpinan ada baiknya kita memahami terlebih dahulu tentang kepemimpinan.
A. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Menurut Robins (2006:432),
menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan
suatu
kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian sasaran.
Nurkolis
(2005 :153), menyatakan bahwa kepemimpinan dipahami dalam dua pengertian, yaitu
sebagai kekuatan untuk menggerakkan orang dan mempengaruhi orang.
Rivai (2009:2), menyatakan kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada
pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan.
Yukl
(2007:8)
bahwa kepemimpinan adalah proses untuk
mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu
dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk
memfasilitasi upaya individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Mullins
(2000:377) dalam Minavand (2013:44), menyebutkan “leadership
style as “the way in which the functions of leadership are carried out and the
manner that a manager chooses to behave towards employee. Different theories of
leadership have introduced several styles of leadership. Nevertheless, the
current study focuses on behavioral theory and the leadership styles introduced
by this theory. Leadership style is a behaviorally oriented approach to
understand the concept of leadership. Subordinates, normally look at their
leaders behavior as their style of leadership”.
Hogan et all. (1994:86) dalam Emad
(2014:115), menyebutkan “leadership as
involves persuading other people to set a side for a period of time their individual concerns and to pursure a common goal that is important for the responsibilities and welfare of agroup”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas,
maka dapat dimaknai bahwa kepemimpinan merupakan proses dan kemampuan
seseorang dalam memberikan pengaruh dan contoh-contoh pada orang lain atau
bawahannya untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga perusahaan yang
menginginkan tujuannya dapat tercapai dengan baik, maka diperlukan seorang
pemimpin yang memiliki kemampuan dalam hal kepemimpinan yang baik atau
berkualitas.
B. TEORI PENDEKATAN KEPAMIMPINAN
Menurut Yukl (2007:12), menyatakan
bahwa teori atau pendekatan
kepemimpinan digolongkan
kedalam 5
pendekatan yaitu:
1) Pendekatan
ciri atau sifat.
Pendekatan ciri menekankan pada sifat pemimpin seperti kepribadian, motivasi, nilai, dan keterampilan yang menentukan efektivitas pemimpin. Asumsi yang digunakan beberapa orang
mempunyai bakat memimpin yang tercermin dari ciri tertentu yang tidak dimiliki
oleh orang lain. Pendekatan ciri berusaha menemukan berbagai ciri yang menjamin
keberhasilan kepemimpinan.
2) Pendekatan perilaku.
Pendekatan perilaku muncul akibat ketidakpuasan terhadap
pendekatan ciri dan lebih menekankan pada apa yang senyatanya
dilakukan oleh manajer dalam pekerjaannya dan bagaimana cara melakukannya.
Pendekatan
perilaku terbagi dalam dua kategori:
a) Apa
yang senyatanya dilakukan oleh pemimpin. Perhatiannya pada pola aktivitas,
fungsi spesifik dari pekerjaan seorang manajer. Pendekatan ini menghasilkan konsep tentang peran
manajer.
b) Bagaimana
cara pemimpin melakukannya. Perhatian pada upaya identifikasi perilaku pemimpin
yang fektif, sehingga hal ini menghasilkan konsep tentang gaya kepemimpinan.
3) Pendekatan
Kekuasaan-pengaruh.
Pendekatan ini mefokuskan pada
penelitian untuk
menguji proses pengaruh
yang terjadi antara pemimpin dengan pengikutnya. Kekuasaan dilihat sebagai sesuatu yang
penting bukan saja untuk mempengaruhi bawahan tetapi juga mempengaruhi siapa
saja yang dapat memberikan dukungan atas tercapainya tujuan, seperti rekan
kerja, atasan, pemasok, dan sebagainya.
4) Pendekatan Situasional
Pendekatan situasional menekankan
faktor konstektual yang mempengaruhi proses kepemimpinan. Pendekatan ini
berangkat dari asumsi bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang cocok
dengan semua situasi. Variabel
situasional yang penting adalah seperti
karakeristik bawahan, sifat pekerjaan pemimpin, jenis organisasi, dan sifat
lingkungan eksternal.
5) Pendekatan Terpadu
Pendekatan
ini menggunakan lebih dari satu jenis variabel kepemimpinan dalam mengkaji
efektivitas kepemimpinan dan contoh pendekatan ini adalah konsep diri pemimpin
yang kharismatik yang berusaha menjelaskan mengapa pengikutnya bersedia
memberikan dukungan yang luar biasa dan memberikan pengorbanan pribadi untuk
mencapai tujuan bersama.
C.
PERANAN DAN FUNGSI KEPEMIMPINAN
Menurut
Thoha (2007:52), peranan dan fungsi
kepemimpinan dalam hubungannya dengan peningkatan aktivitas dan efisiensi
organisasi atau perusahaan meliputi
4 fungsi yaitu sebagai berikut :
1) Fungsi kepemimpinan sebagai inovator
Pemimpin sebagai innovator, pemimpin harus mampu mengadakan berbagai inovasi-inovasi
baik yang menyangkut pengembangan produk, sistem manajemen yang efektif dan
efisien, maupun dibidang konseptual yang keseluruhannya dilaksanakan dalam
upaya mempertahankan dan atau meningkatkan kinerja perusahaan.
2) Fungsi kepemimpinan sebagai
komunikator
Pemimpin sebagai komunikator, pemimpin harus mampu
menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan secara baik kepada
seseorang atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di kalangan
mereka. Pemimpin pun harus mampu memahami, mengerti dan mengambil intisari pembicaraan-pembicaraan
orang lain atau
bawahannya.
3) Fungsi kepemimpinan sebagai
motivator
Pemimpin sebagai motivator, pemimpin merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan yang
mengarah kepada upaya mendorong karyawan untuk melaksanakan sesuatu kegiatan
tertentu sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya yang mampu memberikan sumbangan terhadap keberhasilan
pencapaian tujuan perusahaan.
4) Fungsi kepemimpinan sebagai
kontroler
Pemimpin
sebagai kontroler (pengendali), pemimpin
melaksanakan fungsi pengawasan terhadap berbagai aktivitas perusahaan agar
terhindar dari penyimpangan baik terhadap pemakaian sumber daya maupun dalam
pelaksanaan rencana dan atau program kerja perusahaan sehingga
pencapaian tujuan menjadi efektif dan efisien.
Menurut Habsari (2008:12), menyatakan bahwa kepemimpinan
yang efektif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a)
Memperhitungkan minat sampai hasil akhir,
b)
Memahami bahwa hasil adalah selalu penilaian terakhir,
c)
Memiliki semangat menyelesaikan masalah,
d)
Lebih demokratis dari pada autotity,
e)
Memberikan kesempatan untuk mencapai potensi setiap orang,
f)
Memiliki Etika dan oral yang tinggi, dan
g)
Mengambil tanggung jawab terhadap hasil tim.
D. PENGERTIAN GAYA KEPEMIMPINAN
Mulyadi dan Rivai (2009;73), menyatakan bahwa pemimpin dalam
kepemimpinanya perlu memikirkan dan memperlihatkan gaya kepemimpinan yang akan
diterapkan kepada pegawainya. Gaya kepemimpinan yaitu norma perilaku yang
digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain.
Tjiptono (2006:161) menyatakan bahwa
gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi
dengan bawahannya.
Menurut Nawawi (2005:15)
gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan
pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota
organisasi atau bawahannya.
Berdasarkan beberapa pendapat para
ahli tersebut dapat disebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara, strategi,
dan perilaku yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya
agar bertindak seperti yang diinginkan untuk mencapai tujuan.
E. JENIS-JENIS GAYA KEPEMIMPINAN
Menurut White & Lippit (1930)
dalam Luthans (2006:682), menyatakan bahwa jenis-jenis gaya kepemimpinan
terdiri dari 3 macam yaitu :
1) Gaya
kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan otokratis
di mana pemimpin menentukan sendiri “policy”
dan dalam rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-keputusan sendiri namun
mendapatkan tanggung jawab penuh. Bawahan harus patuh dan mengikuti
perintahnya, jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari
anggotanya.
Kebaikan dari gaya kepemimpinan otokratis
adalah sebagai berikut :
a)
Keputusan
dapat diambil secara tepat.
b)
Tipe
ini baik digunakan pada bawahan yang kurang disiplin, kurang inisiatif,
bergantung pada atasan dan kurang kecakapan.
c)
Pemusatan
kekuasaan, tanggung jawab serta membuat keputusan terletak pada satu orang
yaitu pemimpin.
Kelemahan dari gaya kepemimpinan
otokratis adalah sebagai berikut :
a)
Dengan
tidak diikut sertakannya bawahan dalam mengambil keputusan atau tindakan, maka bawahan tersebut tidak dapat belajar
mengenai hal tersebut.
b)
Kurang
mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan inisiatif bawahan.
c)
Dapat
menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan.
d)
Bawahan
kurang mampu menerima tanggung jawab dan tergantung pada atasan.
2) Gaya
kepemimpinan Demokrasi (Demokratis)
Gaya kepemimpinan demokratis di mana pemimpin
sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam
menentukan rencana kerja yang berhubungan dengan kelompok. Pemimpin seperti
moderator atau koordinator dan tidak memegang peranan seperti pada kepemimpinan
otoriter. Partisipan digunakan dalam kondisi yang tepat akan menjadikan hal
yang efektif, maksudnya supaya dapat memberikan kesempatan pada bawahannya
untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan egoistisnya dan memotivasi bawahan
dalam menyelesaikan tugasnya untuk meningkatkan produktivitasnya.
Kebaikan dari gaya
kepemimpinan demokratis adalah :
a) Memberikan
kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk megadakan kontrol terhadap supervisor.
b) Merasa
lebih bertanggung jawab dalam menjalankan pekerjaan.
c) Produktivitas
lebih tinggi dari apa yang diinginkan manajemen dengan catatan bila situasi
memungkinkan.
d) Lebih
matang dan bertanggung jawab terhadap status dan pangkat yang lebih tinggi.
Kelemahan dari gaya
kepemimpinan demokratis adalah :
a) Harus
banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi.
b) Membutuhkan
waktu yang relatif lama dalam mengambil keputusan.
c) Memberikan
persyaratan tingkat “skilled”
(kepandaian) yang relatif tinggi bagi pimpinan.
d) Diperlukan
adanya toleransi yang besar pada kedua belah pihak karena dapat menimbulkan
perselisihan.
3) Gaya
kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)
Gaya kepemimpinan ini menggunakan gaya
kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini bukan berarti tidak adanya sama
sekali pimpinan, namun pemimpin berasumsi bahwa suatu tugas disajikan kepada
kelompok yang biasanya menentukan teknik-teknik mereka sendiri guna mencapai
tujuan tersebut dalam rangka mencapai sasaran-sasaran dan kebijakan organisasi.
Pemimpin melaksanakan perannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan
kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya.
Kebaikan dari gaya kepemimpinan bebas adalah
sebagai berikut :
a) Ada
kemungkinan bawahan dapat mengembangkan kemampuannya, daya kreativitasnya untuk
memikirkan dan memecahkan persoalan serta mengembangkan rasa tanggung jawab.
b) Bawahan
lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang dianggap penting dan tidak
bergantung pada atasan sehingga proses yang lebih cepat.
Kelemahan dari gaya kepemimpinan bebas
adalah sebagai berikut :
a) Bila
bawahan terlalu bebas tanpa pengawasan, ada kemungkinan terjadi penyimpangan
dari peraturan yang berlaku dari bawahan serta dapat mengakibatkan salah tindak
dan memakan banyak waktu bila bawahan kurang pengalaman.
b) Pemimpin
sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan terpisah dari bawahan. Beberapa
tidak membuat tujuan tanpa suatu peraturan tertentu.
c) Kelompok
dapat mengkambing hitamkan sesuatu, kurang stabil, frustasi, dan merasa kurang
aman.
F. DIMENSI PENGUKURAN GAYA KEPEMIMPINAN
Dimensi pengukuran gaya kepemimpinan
ada bermacam-macam dan dalam artikel ini penulis mengambil satu contoh dimensi
pengukuran dari White & Lippit (1930) dalam Luthans (2006:682).
Gaya kepemimpinan terdiri dari 3 macam
yaitu :
1) Gaya
kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan Otokratis pemimpin
menentukan sendiri “policy” dan dalam
rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-keputusan sendiri namun
mendapatkan tanggung jawab penuh. Bawahan harus patuh dan mengikuti
perintahnya, jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari
anggotanya.
Kepemimpinan otokratis juga terjadi
adanya keketatan dalam pengawasan, sehingga sulit bagi bawahan dalam memuaskan
kebutuhan egoistisnya. Persepsi karyawan dalam organisasi terhadap gaya
kepemimpinan otokratis diukur melalui gaya pimpinan yang menganggap perusahaan
sebagai milik pribadinya, tidak mau menerima saran dari bawahan, mengatur
bawahan sesuai kehendaknya, dan mengawasi bawahan secara ketat.
2) Gaya
kepemimpinan Demokrasi (Demokratis)
Gaya kepemimpinan demokratis, di mana pemimpin sering mengadakan
konsultasi dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja
yang berhubungan dengan kelompok.
Partisipan digunakan dalam kondisi yang tepat akan menjadikan hal yang efektif dengan memberikan kesempatan pada
bawahannya untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan egoistisnya dan memotivasi
bawahan dalam menyelesaikan tugasnya untuk meningkatkan produktivitasnya.
Pemimpin mencoba mengutamakan “human relation” (hubungan antar manusia)
yang baik dan mengerjakan secara lancar. Persepsi karyawan dalam organisasi terhadap
gaya kepemimpinan demokratis diukur melalui gaya pimpinan yang senang menerima
saran dari bawahan, menyelaraskan tujuan karyawan dengan tujuan organisasi,
sering berkonsultasi dengan bawahan, dan selalu memotivasi dan menjalin baik
dengan bawahan.
3) Gaya
kepemimpinan Bebas (Laissez Faire),
Gaya kepemimpinan bebas, di mana pemimpin melaksanakan
perannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan
pengontrolan terhadap bawahannya. Pemimpin
meletakkan tanggung jawab keputusan sepenuhnya kepada para bawahannya, dan sedikit saja atau hampir
tidak sama sekali memberikan pengarahan.
Pemimpin pada gaya ini sifatnya
positif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruh kepada bawahannya. Persepsi
karyawan dalam organisasi terhadap gaya kepemimpinan bebas diukur melalui gaya
pemimpin yang selalu membiarkan bawahan bekerja sesuai dengan keinginan
masing-masing, memberikan semua tanggung jawab kepada bawahan, memberikan
kebebasan kepada bawahan dalam menyelesaikan pekerjaan, kurang mengontrol
bawahan dan sering meninggalkan lokasi proyek.
2.
KINERJA KARYAWAN
Kinerja karyawan merupakan sesuatu hal yang sangat penting
mendapat perhatian dari manajemen
perusahaan, khususnya kinerja karyawan. Kinerja karyawan yang baik dapat
membawa perusahaan pada pencapaian tujuan yang diharapkan.
Kinerja
karyawan tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam tiga
tingkatan,
yaitu kinerja tinggi, menengah atau
rendah. Dengan kata
lain kinerja karyawan dapat dikelompokkan yaitu kinerja karyawan yang melampaui
target, sesuai target atau di bawah target.
Dengan demikian kinerja
karyawan dapat dimaknai sebagai keseluruhan “unjuk kerja” dari
seorang karyawan
dalam perusahaan.
A.
Pengertian Kinerja Karyawan
Menurut Wirawan (2009:14), bahwa kata kinerja merupakan
singkatan dari kinetika
energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah performance, yang sering
di Indonesiakan menjadi
kata performa. Kinerja
juga merupakan keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator suatu
pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.
Mangkunegara
(2009:9), menyebutkan bahwa
kinerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Tika
(2006:121),
menyebutkan bahwa kinerja merupakan
hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan
seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai
tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Prawirosentono (2008:2), menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara
legal tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Jawahar
(2007:171) dalam Awan (2012:46),
menyebutkan “Performance means the outcomes of the
employees about their work and objectives align with the organization’s goals
and objectives that are achieved by the employees to work effectively,
efficiently and motivation and work performance of the employees measuring
using different techniques of performance appraisal system. Currently the most
of studied are conducting to measure the performance by reactions of user to
performance appraisal”.
Zainur
(2010:41),
mendefinisikan kinerja sebagai keseluruhan proses bekerja
dari individu yang hasilnya dapat digunakan landasan untuk menentukan apakah
pekerjaan individu tersebut baik atau sebaliknya. Hasibuan (2009:94), menyebutkan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta waktu. Rivai (2005:309), menyebutkan bahwa kinerja merupakan
perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang
dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
Pengertian
karyawan dalam Kamus besar bahasa Indonesia (2008:629), disebutkan bahwa karyawan adalah orang yang
bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan,
dsb) dengan mendapat gaji atau upah. Hasibuan (2009:12), mendefinisikan karyawan sebagai penjual
jasa (pikiran dan tenaga) dan mendapatkan kompensasi
yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu, serta wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan
yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai perjanjian.
Klasifikasi tenaga kerja dalam proyek
berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI) dibagi berdasarkan kemampuan seseorang dilandasi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap kerja meliputi
tenaga ahli yang terdiri dari tenaga ahli utama, ahli madya, dan ahli muda; dan tenaga
terampil yang terdiri dari teknisi senior, teknisi junior, dan tenaga terampil. Berdasarkan
jenisnya, tenaga kerja konstruksi di lapangan dikelompokkan atas tenaga buruh atau pekerja lapangan
dan tenaga pengawas atau penyelia. Berdasarkan
tingkat kemampuan, tenaga kerja dikelompokkan atas tenaga kerja terdidik tenaga
kerja terlatih, dan tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih. Site
manager adalah orang yang bertanggung jawab atas semua operasi di lapangan
dan memastikan pelaksanaan di lapangan terlaksana tepat waktu sesuai kontrak
yang disepakati bersama dengan pemilik (Ariadi, dkk, 2012).
Harris
(2011:4), menyatakan
bahwa dalam bidang properti karyawan atau
tenaga kerja adalah semua orang yang terlibat dalam pelaksanaan suatu proyek, baik
dari yang ahli/profesional sampai tenaga kerja pemborong/buruh. Penempatan
tenaga kerja harus disesuaikan antara keahlian tertentu sehingga pekerjaan yang
dihasilkan manjadi efisien dan efektif.
Tenaga kerja dibagi beberapa bagian
sebagai berikut.
1) Tenaga kerja ahli, yaitu meliputi tenaga pelaksana
yang tingkat pendidikannya sarjana, sarjana muda dan memiliki pengalaman
dibidang masing-masing.
2) Mandor, yang dituntut untuk memiliki
pengetahuan teknis dalam taraf tertentu, misalnya: dapat membaca gambar konstruksi,
dapat membuat perhitungan ringan, dapat membedakan kualitas bahan bangunan yang
akan digunakan, menangani pekerjaan acuan, pembesian, pengecoran, dan mengawasi
pekerjaan tenaga kerja bawahannya.
3) Tenaga tukang, yaitu harus ahli dalam bidangnya
berdasarkan pengalaman dan cara kerja yang sederhana. Tukang dalam proyek
dibagi menjadi lima bagian yaitu tukang besi, tukang batu, tukang kayu, tukang
las, dan tukang listrik (ME). Tukang besi mengurusi segala macam kegiatan yang
berhubungan degan pembesian/pemasangan tulangan, tukang batu bertugas dalam
pengecoran dan pembuatan lantai kerja, tukang kayu bertugas untuk mengurusi
segala macam pekerjaan yang berhubungan dengan kayu baik bekesting hingga
servis lainnya.
4) Tenaga kasar, yang memerlukan kondisi yang kuat
dan sehat untuk pengangkutan bahan, alat, dan lain – lain.
5) Tenaga keamanan (security), bertugas menjaga keamanan lokasi
proyek, prosedur penerimaan tamu serta membuka dan menutup pintu jika ada
concrete mixer truck, concrete pump truck maupun truk bahan bangunan yang
akan masuk ke lokasi proyek.
Cokroaminoto
(2007), menyebutkan bahwa pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan
dalam melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Tugas-tugas tersebut biasanya berdasarkan indikator-indikator keberhasilan yang
sudah ditetapkan dan sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seseorang karyawan
masuk dalam tingkatan kinerja tertentu dengan tingkatan yang berbeda.
Berdasarkan
beberapa pendapat tentang kinerja karyawan di atas, maka pengertian
secara umum mengenai kinerja
karyawan adalah suatu hasil nyata dari segala usaha yang dilakukan karyawan
untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya berdasarkan tingkat acuan atau tujuan yang
diharapkan perusahaan.
B.
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Timple (1992:31) dalam Mangkunegara
(2009:15), menyatakan faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal (disposisional)
yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, misalnya kinerja
seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seorang itu
tipe pekerja keras, sedangkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan
orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.
Faktor
eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal
dari lingkungan, seperti
perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan,
fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Seseorang karyawan yang menganggap
kinerjanya baik berasal dari faktor-faktor internal seperti kemampuan atau
upaya, diduga individu tersebut akan mengalami lebih banyak perasaan positif
tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika menghubungkan kinerjanya yang baik
dengan faktor eksternal.
Kinerja karyawan dapat dipengaruhi
oleh faktor kepuasan karyawan, seperti keberadaan pimpinan, sikap dan
perhatian pimpinan terhadap bawahan, kemampuan pimpinan dalam supervisi,
tingkat hubungan antara pimpinan dengan bawahan, dan jalinan komunikasi
yang dapat memuaskan bawahannya.
Kepuasan kerja karyawan terhadap pimpinan dapat memberikan efek positif bagi
karyawan dalam bekerja tanpa adanya suatu beban dalam menyelesaikan
pekerjaannya.
Davis (1985:484) dalam Mangkunegara (2009:13-14), faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja adalah faktor kemampuan (ability)
dan faktor motivasi (motivation).
a) Faktor Kemampuan (Ability). Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality
(knowledge + skill). Pimpinan
dan pegawai harus memiliki pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan trampil
dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja
maksimal.
b) Faktor Motivasi (Motivation). Motivasi diartikan sebagai suatu sikap
yang yang dimiliki pemimpin dan pegawai terhadap situasi kerja dilingkungan
organisasinya. Pegawai
akan menunjukan nilai positif atau negatif terhadap situasi kerjanya, dan semua
itu bisa memperlihatkan bagaimana tinggi rendahnya motivasi yang dimiliki
pimpinan dan pegawai.
Iqbal et all. (2012:47) dalam Shehach (2014:293), menyebutkan “employee’s
motivation and
their ability collectively participate into employee’s performance and in their
difficult tasks given by the manger are to purpose get maximum productivity.
Now a day’s researcher have more concerned with increase productivity,
perfection and working ability. Employee’s needs and wants having more
important in research history. Motivation
is the one of the most important term of psychology and most of managers who
want maximum output and productivity. They tackle this is with a good way and
motivate their employee in batter way”
.
Simamora
(1995:500) dalam Mangkunegara (2009:14), kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1) Faktor individual yang terdiri
dari:
a. Kemampuan
dan keahlian
a. Latar
belakang
b. Demografi
2) Faktor
psikologis yang terdiri dari:
a. Persepsi
b. Attitude
c. Pembelajaran
d. Motivasi
3) Faktor organisasi yang terdiri
dari:
a. Sumber daya
b. Kepemimpinan
c. Penghargaan
d. Struktur
e. Job design
Dari
rincian beberapa teori di atas dapat dilihat bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan adalah kepemimpinan melalui sifat karakteristik
dan gaya dalam kepemimpinannya dalam usaha mempengaruhi bawahannya.
C. Jenis-Jenis dan
Metode Penilaian
Kinerja
Jenis-jenis dan metode penilaian kinerja setiap
organisasi atau perusahaan berbeda jenis cara dan metode.
Menurut Rivai (2011:827), jenis-jenis penilaian kerja meliputi :
1) Penilaian dilakukan hanya oleh atasan, sehingga penilaian ini dapat bersifat cepat
dan langsung, serta dapat
mengarah ke distrorsi penilaian, karena
pertimbangan-pertimbangan pribadi.
2) Penilaian dilakukan oleh kelompok lini, yaitu oleh atasan dan atasannya lagi secara bersama-sama membahas kinerja bawahannya. Penilaian dengan jenis ini dapat bersifat lebih objektif atau lebih akurat bila dibandingkan dengan jenis penilaian yang dilakukan
hanya oleh atasan sendiri. Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi dalam penilaian kinerja.
3) Penilaian dilakukan oleh kelompok staf, di mana atasan meminta kepada satu atau lebih individu karyawan untuk bermusyawarah dengannya dan selanjutnya atasan langsung
membuat keputusan
akhir terhadap penilaian.
4) Penilaian dilakukan melalui keputusan komite, di mana jenis
penilaian ini sama seperti pada jenis penilaian sebelumnya, hanya atasan langsung tidak
bertanggung jawab untuk
mengambil keputusan akhir, namun
hasil akhir didasarkan pada pilihan mayoritas.
Jenis penilaian ini memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
a. Dapat memperluas pertimbangan yang
ekstrim.
b. Memperlemah
integritas manajer yang bertanggung jawab.
c.
Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan, dimana jenis penilaian inihampir sama
dengan
kelompok staf, hanya dalam jenis
penilaian ini melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau
departemen SDM yang bertindak sebagai peninjau yang independen. Jenis penilaian ini dapat membawa
suatu pikiran yang tetap kedalam satu penilaian lintas sektor yang besar dalam organisasi atau perusahaan.
5) Penilaian dilakukan oleh bawahan dan sejawat. Jenis penilaian ini memiliki kelemahan seperti
penilaian mungkin terlalu
subjektif, namun jenis
penilaian ini dapat digunakan sebagai teknik tambahan dalam melakukan penilaian kinerja.
Metode penilaian kinerja
karyawan dapat
dibedakan menjadi metode penilaian yang berorientasi masa lalu dan masa depan. Metode penilaian yang berorientasi masa
lalu, karyawan dapat memperoleh umpan balik dari usaha-usaha mereka. Umpan balik ini mengarah kepada perbaikan
prestasi di masa yang akan datang
dan metode
penilaian yang
berorientasi masa depan, karyawan tidak lagi sebagai objek penelitian yang
tunduk dan tergantung kepada penyelia, tetapi karyawan turut dilibatkan dalam proses penilaian kinerja.
D. Dimensi Pengukuran Kinerja
Dimensi pengukuran kerja ada bermacam-macam, selanjutnya
dalam artikel ini penulis mengambil satu contoh dimensi kerja dari dimensi
menurut Mangkunegara.
Menurut Mangkunegara (2008:67),
kinerja adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Dimensi kinerja tersebut adalah sebagai berikut :
1) Kualitas
kerja
Kualitas atau mutu
hasil kerja merupakan kualitas yang
didasarkan pada standar yang ditetapkan oleh kebijakan instansi atau perusahaan dan dalam organisasi kualitas kerja
diukur melalui ketepatan/ketelitian, kerapihan, keterampilan dan kualitas hasil kerja oleh seorang pegawai. Kemampuan yang dimiliki oleh seorang
pegawai tersebut dan
pekerjaan apapun
yang diberikan oleh pihak instansi maupun perusahaan akan dapat diselesaikan
dengan baik, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas kerja pegawai sangat baik bagi pihak perusahaan atau instansi
terkait.
2) Kuantitas
kerja
Kuantitas kerja
merupakan banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu yang ada, di mana organisasi tidak hanya memperhatikan hasil rutin saja, namun lebih cenderung kepada hal-hal lain, seperti seberapa cepat perkerjaan dapat diselesaikan
oleh para pegawai, ketepatan
waktu, pencapaian progress, dan bahkan kuantitas yang dapat melebihi progress
pekerjaan.
3)
Konsistensi pegawai
Konsistensi pegawai dalam
organisasi meliputi ketetapan karyawan dalam menjalankan job description sesuai dengan apa yang
diperintahkan perusahaan dan
tingkat keseriusan pegawai dalam bekerja.
4) Kerjasama
Kerja sama merupakan
evaluasi perilaku kerja aktif dengan segala kemampuan dan keahlian untuk saling
mendukung dalam tim kerja agar dapat memperoleh hasil kerja yang maksimal. Bentuk kerja sama dalam organisasi adalah seperti
tingkat hubungan dengan sesama pegawai, tingkat hubungan dengan atasan, sikap
saling membantu dan tingkat kekompakan dengan sesama team kerja.
5)
Sikap pegawai
Sikap pegawai dalam
organisasi diukur melalui sikap tanggung jawab karyawan terhadap
perusahaan, sikap toleransi
terhadap sesama pekerja, sikap menghargai pimpinan, dan adanya sikap rasa
memiliki terhadap perusahaan.
3. HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN
DENGAN KINERJA
Menurut Tampubolon
(2007:42), gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi sebagai hasil
kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan
seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahanya.
Mulyadi dan Rivai (2009;73), menyatakan bahwa pemimpin dalam
kepemimpinanya perlu memikirkan dan memperlihatkan gaya kepemimpinan yang akan
diterapkan kepada pegawainya. Gaya kepemimpinan yaitu norma perilaku yang
digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain.
Dalam teori jalur tujuan (Path Goal Theory) yang dikembangkan oleh
House (1971:321)
dalam Kreitner dan Kinicki (2005:313)
menyatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja yang lebih tinggi dengan cara
memberikan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi bawahannya agar percaya bahwa
hasil yang berharga bisa dicapai dengan usaha yang serius.
Kepemimpinan yang berlaku
secara universal menghasilkan tingkat kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Kepemimpinan yang efektif dapat diperoleh melalui
gaya kepemimpinanya yang diterapkan secara tepat dalam upaya mendorong dan mempengaruhi
bawahannya, sehingga mampu meningkatkan kinerja bawahan.
Selain itu menurut penelitian yang dilakukan
oleh Harianto (2008), Reza
(2010), Ainanur (2012), Nurcahyani
(2012), dan Widyawan
(2013), bahwa terdapat hubungan atau pengaruh gaya kepemimpinan terhadap
kinerja karyawan dan dalam ini penelitian dilakukan di proyek konstruksi. Kesimpulan yang
dihasilkan adalah jika
seorang pemimpin di lapangan atau seorang mandor memiliki dan mampu memilih
gaya kepemimpinan yang tepat dalam mengelola bawahannya, maka kinerja bawahan
dapat terkontrol dengan baik dan mampu meningkatkan kinerjanya.
Demikianlah artikel kali ini
yang membahas tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan
yang bersumber dari beberapa teori yang disampaikan oleh para ahli maupun hasil
penelitian dari beberapa peneliti yang mampu memperkuat pendapat dan teori
tersebut. Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu seorang pemimpin harus memiliki kualitas dan mampu memilih gaya kepemimpinan yang tepat dalam mengelola bawahannya, sehingga kinerja bawahan dapat terkontrol dengan baik dan mampu meningkatkan kinerjanya.
Penulis mengakui bahwa
artikel ini jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangannya, sehingga penulis
mengharpkan kritikan dan saran yang
membangun untuk kebaikan artikel ini. Namun demikian penulis juga berharap artikel
ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, khususnya bagi para mahasiswa
dan praktisi sebagi sumber rujukan ilmu dan penelitian yang sejenis.
DAFTAR PUSTAKA
Ariadi, Tomi dan Theresita Herni
S. 2012. Indikator Keberhasilan Proyek Pembangunan Bangunan Gedung yang
Dipengaruhi Faktor Internal Site-Manager. Jurnal
Teknik Sipil, Vol.11, No.2, pp:128-134. Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan Bandung.
Cokroaminoto. 2007. Membangun Kinerja Melalui Motivasi Kerja Karyawan. Http://www.cokroaminoto,wordpress.com
Emad, et.all.
2014. Leadership Importance in
Construction Productivity Improvement. Global
Advanced Research Journal of Management and Business Studies, Vol. 3, no.3, pp:
114-125.
Habsari, Ari Retno. 2008. Terobosan
Kepemimpinan.
Jakarta: Buku Kita.
Kreitner dan
Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi.
Jakarta: Salemba Empat.
Luthans,
Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Sepuluh. Yogyakarta: Andi Publisher.
Mangkunegara,
Anwar Prabu. 2007. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Cetakan kedua. Bandung: PT. Refika Aditama.
Mangkunegara,
Anwar Prabu.2009. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Minavand, et.all.
2013. The Impact of Project Managers’ Leadership Style on Eemployees’ Job Satisfaction, Performance and Turnover. IOSR Journal of Business and
Management (IOSR-JBM, Vol. 11, No. 6, pp: 43-49.
Nawawi, Hadari. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada. University Press.
Nurkolis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dalam Otonomi Daerah. Jakarta: Grasindo.
Rivai, Veitzal. 2008. Manajemen Sumber Daya
Manusia untuk Perusahaan. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Rivai, Veitzal. 2011. Corporate Perfomance
Management: Dari Teori ke Praktek. Semarang: Ghalia Indonesia.
Robbins,
Stephen.
2006. Perilaku
Organisasi. Alih Bahasa: Benyamin
Molan. Edisi Kesepuluh. Penerbit: PT. Indeks, Kelompok
Gramedia
Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan I. Jakarta: PT. Kencana
Media Group.
Tampubolon, Biatna. D. 2007. Analisis
Faktor Gaya Kepemimpinan Dan Faktor Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada
Organisasi Yang Telah Menerapkan SNI 19-9001-2001. Jurnal
Standardisasi, Vol. 19, No. 9, pp: 106-115.
Tika, Moh. Pabundu. 2006. Budaya
Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Tjiptono,
Fandy. 2006. Manajemen
Pelayanan Jasa.
Yogyakarta:
Penerbit
Andi.
Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Empat.
Image by konsultasipsikologijakarta.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar