Rabu, 26 April 2017

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN KINERJA KARYAWAN


HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN KINERJA KARYAWAN
GAYA KEPEMIMPINAN 
        
      Salah satu faktor pendukung keberhasilan dan kemajuan sebuah organisasi atau perusahaan adalah faktor sumber daya manusia. Tingkat keberhasilan sumber daya manusia dapat diukur melalui suatu penilaian kinerja karyawan dengan aturan, model dan sistem yang telah ditentukan dan berbeda-beda pula. Tinggi rendahnya angka hasil penilaian kerja sebanding dengan tinggi rendahnya tingkat kualitas kinerja karyawan itu sendiri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

        Dalam artikel kali ini penulis ingin memberikan contoh salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan, baik secara teori yang disampaikan oleh beberapa ahli maupun yang telah dibuktikan oleh beberapa peneliti. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan adalah gaya kepemimpinan.

Dengan demikian dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka artikel ini akan memaparkan secara rinci perihal teori dan implementasi dari gaya kepemimpinan yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Selain itu artikel ini juga menampilkan beberapa contoh penelitian yang dapat membuktikan dan memperkuat teori bahwa ada hubungan antara gaya kepemimpinan dan kinerja karyawan.

1. GAYA KEPEMIMPINAN
        
         Setiap pemimpin memiliki gaya dalam kepemimpinannya masing-masing dalam usaha memberikan pengaruh kepada bawahannya. Gaya kepemimpinan yang dipraktekkan selain tergantung dari karakter atau sifat para pelaku pemimpin itu sendiri juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik bawahan dan lingkungan kerja.

        Sebelum membahas lebih dalam lagi tentang gaya kepemimpinan ada baiknya kita memahami terlebih dahulu  tentang kepemimpinan.

A.  PENGERTIAN  KEPEMIMPINAN
         
    Menurut Robins (2006:432), menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian sasaran.
Nurkolis (2005 :153), menyatakan bahwa kepemimpinan dipahami dalam dua pengertian, yaitu sebagai kekuatan untuk menggerakkan orang dan mempengaruhi orang.
Rivai (2009:2), menyatakan kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan.

Yukl (2007:8) bahwa  kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

      Mullins (2000:377) dalam Minavand (2013:44), menyebutkan “leadership style as “the way in which the functions of leadership are carried out and the manner that a manager chooses to behave towards employee. Different theories of leadership have introduced several styles of leadership. Nevertheless, the current study focuses on behavioral theory and the leadership styles introduced by this theory. Leadership style is a behaviorally oriented approach to understand the concept of leadership. Subordinates, normally look at their leaders behavior as their style of leadership”.

       Hogan et all. (1994:86) dalam Emad (2014:115), menyebutkan “leadership as involves persuading other people to set a side for a period of time their individual concerns and to pursure a common goal that is important for the responsibilities and welfare of agroup.
           
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dimaknai bahwa kepemimpinan merupakan proses dan kemampuan seseorang dalam memberikan pengaruh dan contoh-contoh pada orang lain atau bawahannya untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga perusahaan yang menginginkan tujuannya dapat tercapai dengan baik, maka diperlukan seorang pemimpin yang memiliki kemampuan dalam hal kepemimpinan yang baik atau berkualitas.

B. TEORI PENDEKATAN KEPAMIMPINAN
           
      Menurut Yukl (2007:12), menyatakan bahwa teori atau pendekatan kepemimpinan digolongkan kedalam 5 pendekatan yaitu:
1)  Pendekatan ciri atau sifat.
          Pendekatan ciri menekankan pada sifat pemimpin seperti kepribadian, motivasi, nilai, dan keterampilan yang menentukan efektivitas pemimpin. Asumsi yang digunakan beberapa orang mempunyai bakat memimpin yang tercermin dari ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Pendekatan ciri berusaha menemukan berbagai ciri yang menjamin keberhasilan kepemimpinan.

2)  Pendekatan perilaku.
        Pendekatan perilaku muncul akibat ketidakpuasan terhadap pendekatan ciri dan  lebih menekankan pada apa yang senyatanya dilakukan oleh manajer dalam pekerjaannya dan bagaimana cara melakukannya.

Pendekatan perilaku terbagi dalam dua kategori:
a)  Apa yang senyatanya dilakukan oleh pemimpin. Perhatiannya pada pola aktivitas, fungsi spesifik dari pekerjaan seorang manajer. Pendekatan ini menghasilkan konsep tentang peran manajer.
b) Bagaimana cara pemimpin melakukannya. Perhatian pada upaya identifikasi perilaku pemimpin yang fektif, sehingga hal ini menghasilkan konsep tentang gaya kepemimpinan.

3)  Pendekatan Kekuasaan-pengaruh.
      Pendekatan ini mefokuskan pada penelitian untuk menguji proses pengaruh yang terjadi antara pemimpin dengan pengikutnya. Kekuasaan dilihat sebagai sesuatu yang penting bukan saja untuk mempengaruhi bawahan tetapi juga mempengaruhi siapa saja yang dapat memberikan dukungan atas tercapainya tujuan, seperti rekan kerja, atasan, pemasok, dan sebagainya.

4)  Pendekatan Situasional
       Pendekatan situasional menekankan faktor konstektual yang mempengaruhi proses kepemimpinan. Pendekatan ini berangkat dari asumsi bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang cocok dengan semua situasi. Variabel situasional yang penting adalah seperti karakeristik bawahan, sifat pekerjaan pemimpin, jenis organisasi, dan sifat lingkungan eksternal.

5)  Pendekatan Terpadu
     Pendekatan ini menggunakan lebih dari satu jenis variabel kepemimpinan dalam mengkaji efektivitas kepemimpinan dan contoh pendekatan ini adalah konsep diri pemimpin yang kharismatik yang berusaha menjelaskan mengapa pengikutnya bersedia memberikan dukungan yang luar biasa dan memberikan pengorbanan pribadi untuk mencapai tujuan bersama.

C. PERANAN DAN FUNGSI KEPEMIMPINAN

Menurut Thoha (2007:52), peranan dan fungsi kepemimpinan dalam hubungannya dengan peningkatan aktivitas dan efisiensi organisasi atau perusahaan meliputi 4 fungsi yaitu sebagai berikut :

1) Fungsi kepemimpinan sebagai inovator
         Pemimpin sebagai innovator, pemimpin harus mampu mengadakan berbagai inovasi-inovasi baik yang menyangkut pengembangan produk, sistem manajemen yang efektif dan efisien, maupun dibidang konseptual yang keseluruhannya dilaksanakan dalam upaya mempertahankan dan atau meningkatkan kinerja perusahaan.

2) Fungsi kepemimpinan sebagai komunikator
    Pemimpin sebagai komunikator, pemimpin harus mampu menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan secara baik kepada seseorang atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di kalangan mereka. Pemimpin pun harus mampu memahami, mengerti dan mengambil intisari pembicaraan-pembicaraan orang lain atau bawahannya.

3) Fungsi kepemimpinan sebagai motivator
Pemimpin sebagai motivator, pemimpin merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan yang mengarah kepada upaya mendorong karyawan untuk melaksanakan sesuatu kegiatan tertentu sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya yang mampu memberikan sumbangan terhadap keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan.

4)  Fungsi kepemimpinan sebagai kontroler

Pemimpin sebagai kontroler (pengendali), pemimpin melaksanakan fungsi pengawasan terhadap berbagai aktivitas perusahaan agar terhindar dari penyimpangan baik terhadap pemakaian sumber daya maupun dalam pelaksanaan rencana dan atau program kerja perusahaan sehingga pencapaian tujuan menjadi efektif dan efisien.

Menurut Habsari (2008:12), menyatakan bahwa kepemimpinan yang efektif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a)    Memperhitungkan minat sampai hasil akhir,
b)    Memahami bahwa hasil adalah selalu penilaian terakhir,
c)    Memiliki semangat menyelesaikan masalah,
d)    Lebih demokratis dari pada autotity,
e)    Memberikan kesempatan untuk mencapai potensi setiap orang,
f)     Memiliki Etika dan oral yang tinggi, dan
g)    Mengambil tanggung jawab terhadap hasil tim.


D. PENGERTIAN GAYA KEPEMIMPINAN

            Mulyadi dan Rivai (2009;73),  menyatakan bahwa pemimpin dalam kepemimpinanya perlu memikirkan dan memperlihatkan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan kepada pegawainya. Gaya kepemimpinan yaitu norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.

Tjiptono (2006:161) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya.
    
       Menurut Nawawi (2005:15) gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara, strategi, dan perilaku yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya agar bertindak seperti yang diinginkan untuk mencapai tujuan.

E. JENIS-JENIS GAYA KEPEMIMPINAN

Menurut White & Lippit (1930) dalam Luthans (2006:682), menyatakan bahwa jenis-jenis gaya kepemimpinan terdiri dari 3 macam yaitu :

1)    Gaya kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan otokratis di mana pemimpin menentukan sendiri “policy” dan dalam rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-keputusan sendiri namun mendapatkan tanggung jawab penuh. Bawahan harus patuh dan mengikuti perintahnya, jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari anggotanya.
      
Kebaikan dari gaya kepemimpinan otokratis adalah sebagai berikut :
a)    Keputusan dapat diambil secara tepat.
b)    Tipe ini baik digunakan pada bawahan yang kurang disiplin, kurang inisiatif, bergantung pada atasan dan kurang kecakapan.
c)    Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab serta membuat keputusan terletak pada satu orang yaitu pemimpin.

Kelemahan dari gaya kepemimpinan otokratis adalah sebagai berikut :
a)    Dengan tidak diikut sertakannya bawahan dalam mengambil keputusan atau tindakan,  maka bawahan tersebut tidak dapat belajar mengenai hal tersebut.
b)    Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan inisiatif bawahan.
c)    Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan.
d)    Bawahan kurang mampu menerima tanggung jawab dan tergantung pada atasan.

 2)    Gaya kepemimpinan Demokrasi (Demokratis)

Gaya kepemimpinan demokratis di mana pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang berhubungan dengan kelompok. Pemimpin seperti moderator atau koordinator dan tidak memegang peranan seperti pada kepemimpinan otoriter. Partisipan digunakan dalam kondisi yang tepat akan menjadikan hal yang efektif, maksudnya supaya dapat memberikan kesempatan pada bawahannya untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan egoistisnya dan memotivasi bawahan dalam menyelesaikan tugasnya untuk meningkatkan produktivitasnya.

Kebaikan dari gaya kepemimpinan demokratis adalah :
a)  Memberikan kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk megadakan kontrol terhadap supervisor.
b)    Merasa lebih bertanggung jawab dalam menjalankan pekerjaan.
c)  Produktivitas lebih tinggi dari apa yang diinginkan manajemen dengan catatan bila situasi memungkinkan.
d)    Lebih matang dan bertanggung jawab terhadap status dan pangkat yang lebih tinggi.
     
Kelemahan dari gaya kepemimpinan demokratis adalah :
a)    Harus banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi.
b)    Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam mengambil keputusan.
c)    Memberikan persyaratan tingkat “skilled” (kepandaian) yang relatif tinggi bagi pimpinan.
d)  Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah pihak karena dapat menimbulkan perselisihan.

3)    Gaya kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)
Gaya kepemimpinan ini menggunakan gaya kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini bukan berarti tidak adanya sama sekali pimpinan, namun pemimpin berasumsi bahwa suatu tugas disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan teknik-teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka mencapai sasaran-sasaran dan kebijakan organisasi. Pemimpin melaksanakan perannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya.

   Kebaikan dari gaya kepemimpinan bebas adalah sebagai berikut :
a) Ada kemungkinan bawahan dapat mengembangkan kemampuannya, daya kreativitasnya untuk memikirkan dan memecahkan persoalan serta mengembangkan rasa tanggung jawab.
b)  Bawahan lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang dianggap penting dan tidak bergantung pada atasan sehingga proses yang lebih cepat.
  
Kelemahan dari gaya kepemimpinan bebas adalah sebagai berikut :
a)  Bila bawahan terlalu bebas tanpa pengawasan, ada kemungkinan terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku dari bawahan serta dapat mengakibatkan salah tindak dan memakan banyak waktu bila bawahan kurang pengalaman.
b) Pemimpin sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan terpisah dari bawahan. Beberapa tidak membuat tujuan tanpa suatu peraturan tertentu.
c) Kelompok dapat mengkambing hitamkan sesuatu, kurang stabil, frustasi, dan merasa kurang aman.

F. DIMENSI PENGUKURAN GAYA KEPEMIMPINAN

Dimensi pengukuran gaya kepemimpinan ada bermacam-macam dan dalam artikel ini penulis mengambil satu contoh dimensi pengukuran dari White & Lippit (1930) dalam Luthans (2006:682).

Gaya kepemimpinan terdiri dari 3 macam yaitu :

1)  Gaya kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan Otokratis pemimpin menentukan sendiri “policy” dan dalam rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-keputusan sendiri namun mendapatkan tanggung jawab penuh. Bawahan harus patuh dan mengikuti perintahnya, jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari anggotanya.

Kepemimpinan otokratis juga terjadi adanya keketatan dalam pengawasan, sehingga sulit bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan egoistisnya. Persepsi karyawan dalam organisasi terhadap gaya kepemimpinan otokratis diukur melalui gaya pimpinan yang menganggap perusahaan sebagai milik pribadinya, tidak mau menerima saran dari bawahan, mengatur bawahan sesuai kehendaknya, dan mengawasi bawahan secara ketat.

2)  Gaya kepemimpinan Demokrasi (Demokratis)
  Gaya kepemimpinan demokratis, di mana pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang berhubungan dengan kelompok. Partisipan digunakan dalam kondisi yang tepat akan menjadikan hal yang efektif dengan memberikan kesempatan pada bawahannya untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan egoistisnya dan memotivasi bawahan dalam menyelesaikan tugasnya untuk meningkatkan produktivitasnya.

Pemimpin mencoba mengutamakan “human relation” (hubungan antar manusia) yang baik dan mengerjakan secara lancar. Persepsi karyawan dalam organisasi terhadap gaya kepemimpinan demokratis diukur melalui gaya pimpinan yang senang menerima saran dari bawahan, menyelaraskan tujuan karyawan dengan tujuan organisasi, sering berkonsultasi dengan bawahan, dan selalu memotivasi dan menjalin baik dengan bawahan.

3)  Gaya kepemimpinan Bebas (Laissez Faire),
  Gaya kepemimpinan bebas, di mana pemimpin melaksanakan perannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya. Pemimpin meletakkan tanggung jawab keputusan sepenuhnya kepada para bawahannya, dan sedikit saja atau hampir tidak sama sekali memberikan pengarahan.

Pemimpin pada gaya ini sifatnya positif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruh kepada bawahannya. Persepsi karyawan dalam organisasi terhadap gaya kepemimpinan bebas diukur melalui gaya pemimpin yang selalu membiarkan bawahan bekerja sesuai dengan keinginan masing-masing, memberikan semua tanggung jawab kepada bawahan, memberikan kebebasan kepada bawahan dalam menyelesaikan pekerjaan, kurang mengontrol bawahan dan sering meninggalkan lokasi proyek.

2. KINERJA KARYAWAN

            Kinerja karyawan merupakan sesuatu hal yang sangat penting mendapat perhatian dari manajemen perusahaan, khususnya kinerja karyawan. Kinerja  karyawan yang baik dapat membawa perusahaan pada pencapaian tujuan yang diharapkan.

Kinerja karyawan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan, yaitu kinerja tinggi, menengah atau rendah. Dengan kata lain kinerja karyawan dapat dikelompokkan yaitu kinerja karyawan yang melampaui target, sesuai target atau di bawah target. Dengan demikian kinerja karyawan dapat dimaknai sebagai keseluruhan “unjuk kerja” dari seorang karyawan dalam perusahaan.

A.   Pengertian Kinerja Karyawan

     Menurut Wirawan (2009:14), bahwa kata kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah performance, yang sering di Indonesiakan menjadi kata performa. Kinerja juga merupakan keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.

Mangkunegara (2009:9), menyebutkan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
    
Tika (2006:121), menyebutkan bahwa kinerja merupakan hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Prawirosentono (2008:2), menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

 Jawahar (2007:171) dalam Awan (2012:46), menyebutkan “Performance means the outcomes of the employees about their work and objectives align with the organization’s goals and objectives that are achieved by the employees to work effectively, efficiently and motivation and work performance of the employees measuring using different techniques of performance appraisal system. Currently the most of studied are conducting to measure the performance by reactions of user to performance appraisal”.
    
Zainur (2010:41), mendefinisikan kinerja sebagai keseluruhan proses bekerja dari individu yang hasilnya dapat digunakan landasan untuk menentukan apakah pekerjaan individu tersebut baik atau sebaliknya. Hasibuan (2009:94), menyebutkan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta waktu. Rivai (2005:309), menyebutkan bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
  
Pengertian karyawan dalam Kamus besar bahasa Indonesia (2008:629), disebutkan bahwa karyawan adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dsb) dengan mendapat gaji atau upah. Hasibuan (2009:12), mendefinisikan karyawan sebagai penjual jasa (pikiran dan tenaga) dan mendapatkan kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu, serta wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai perjanjian.
    
 Klasifikasi tenaga kerja dalam proyek berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dibagi berdasarkan kemampuan seseorang dilandasi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap kerja meliputi tenaga ahli yang terdiri dari tenaga ahli utama, ahli madya, dan ahli muda; dan tenaga terampil yang terdiri dari teknisi senior, teknisi junior, dan tenaga terampil. Berdasarkan jenisnya, tenaga kerja konstruksi di lapangan dikelompokkan atas tenaga buruh atau pekerja lapangan dan tenaga pengawas atau penyelia. Berdasarkan tingkat kemampuan, tenaga kerja dikelompokkan atas tenaga kerja terdidik tenaga kerja terlatih, dan tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih. Site manager adalah orang yang bertanggung jawab atas semua operasi di lapangan dan memastikan pelaksanaan di lapangan terlaksana tepat waktu sesuai kontrak yang disepakati bersama dengan pemilik (Ariadi, dkk, 2012).
    
Harris (2011:4), menyatakan bahwa dalam bidang properti karyawan atau tenaga kerja adalah semua orang yang terlibat dalam pelaksanaan suatu proyek, baik dari yang ahli/profesional sampai tenaga kerja pemborong/buruh. Penempatan tenaga kerja harus disesuaikan antara keahlian tertentu sehingga pekerjaan yang dihasilkan manjadi efisien dan efektif.

Tenaga kerja dibagi beberapa bagian sebagai berikut.
1)    Tenaga kerja ahli, yaitu meliputi tenaga pelaksana yang tingkat pendidikannya sarjana, sarjana muda dan memiliki pengalaman dibidang masing-masing.

2)    Mandor, yang dituntut untuk memiliki pengetahuan teknis dalam taraf tertentu, misalnya: dapat membaca gambar konstruksi, dapat membuat perhitungan ringan, dapat membedakan kualitas bahan bangunan yang akan digunakan, menangani pekerjaan acuan, pembesian, pengecoran, dan mengawasi pekerjaan tenaga kerja bawahannya.

3)     Tenaga tukang, yaitu harus ahli dalam bidangnya berdasarkan pengalaman dan cara kerja yang sederhana. Tukang dalam proyek dibagi menjadi lima bagian yaitu tukang besi, tukang batu, tukang kayu, tukang las, dan tukang listrik (ME). Tukang besi mengurusi segala macam kegiatan yang berhubungan degan pembesian/pemasangan tulangan, tukang batu bertugas dalam pengecoran dan pembuatan lantai kerja, tukang kayu bertugas untuk mengurusi segala macam pekerjaan yang berhubungan dengan kayu baik bekesting hingga servis lainnya.

4)    Tenaga kasar, yang memerlukan kondisi yang kuat dan sehat untuk pengangkutan bahan, alat, dan lain – lain.

5)    Tenaga keamanan (security), bertugas menjaga keamanan lokasi proyek, prosedur penerimaan tamu serta membuka dan menutup  pintu jika ada concrete mixer truck, concrete pump truck maupun truk bahan bangunan yang akan masuk ke lokasi proyek.

  Cokroaminoto (2007), menyebutkan bahwa pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas-tugas tersebut biasanya berdasarkan indikator-indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan dan sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seseorang karyawan masuk dalam tingkatan kinerja tertentu dengan tingkatan yang berbeda.

    Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja karyawan di atas, maka pengertian secara umum mengenai kinerja karyawan adalah suatu hasil nyata dari segala usaha yang dilakukan karyawan untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya berdasarkan tingkat acuan atau tujuan yang diharapkan perusahaan.

B. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

   Timple (1992:31) dalam Mangkunegara (2009:15), menyatakan faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, misalnya kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seorang itu tipe pekerja keras, sedangkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.

Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Seseorang karyawan yang menganggap kinerjanya baik berasal dari faktor-faktor internal seperti kemampuan atau upaya, diduga individu tersebut akan mengalami lebih banyak perasaan positif tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika menghubungkan kinerjanya yang baik dengan faktor eksternal.

     Kinerja karyawan dapat dipengaruhi oleh faktor kepuasan karyawan, seperti keberadaan pimpinan, sikap dan perhatian pimpinan terhadap bawahan, kemampuan pimpinan dalam supervisi,  tingkat hubungan antara pimpinan dengan bawahan, dan jalinan komunikasi yang dapat memuaskan bawahannya. Kepuasan kerja karyawan terhadap pimpinan dapat memberikan efek positif bagi karyawan dalam bekerja tanpa adanya suatu beban dalam menyelesaikan pekerjaannya.

 Davis (1985:484) dalam Mangkunegara (2009:13-14), faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

a)  Faktor Kemampuan (Ability). Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Pimpinan dan pegawai harus memiliki pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan trampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

b)      Faktor Motivasi (Motivation). Motivasi diartikan sebagai suatu sikap yang yang dimiliki pemimpin dan pegawai terhadap situasi kerja dilingkungan organisasinya. Pegawai akan menunjukan nilai positif atau negatif terhadap situasi kerjanya, dan semua itu bisa memperlihatkan bagaimana tinggi rendahnya motivasi yang dimiliki pimpinan dan pegawai.

Iqbal et all. (2012:47) dalam Shehach (2014:293), menyebutkan “employee’s motivation and their ability collectively participate into employee’s performance and in their difficult tasks given by the manger are to purpose get maximum productivity. Now a day’s researcher have more concerned with increase productivity, perfection and working ability. Employee’s needs and wants having more important in research history. Motivation is the one of the most important term of psychology and most of managers who want maximum output and productivity. They tackle this is with a good way and motivate their employee in batter way .

Simamora (1995:500) dalam Mangkunegara (2009:14), kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1)  Faktor individual yang terdiri dari:
a.  Kemampuan dan keahlian
a.  Latar belakang
b.  Demografi

2)    Faktor psikologis yang terdiri dari:
a.  Persepsi
b.  Attitude
c.   Pembelajaran
d.  Motivasi

3)  Faktor organisasi yang terdiri dari:
a.  Sumber daya
b.  Kepemimpinan
c.   Penghargaan
d.  Struktur
e.  Job design

Dari rincian beberapa teori di atas dapat dilihat bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah kepemimpinan melalui sifat karakteristik dan gaya dalam kepemimpinannya dalam usaha mempengaruhi bawahannya.     

C. Jenis-Jenis dan Metode Penilaian Kinerja
    
Jenis-jenis dan metode penilaian kinerja setiap organisasi atau perusahaan berbeda jenis cara dan metode.

Menurut Rivai (2011:827), jenis-jenis penilaian kerja meliputi :
1) Penilaian dilakukan hanya oleh atasan, sehingga penilaian ini dapat bersifat cepat dan langsung, serta dapat mengarah ke distrorsi penilaian, karena pertimbangan-pertimbangan pribadi.

2) Penilaian dilakukan oleh kelompok lini, yaitu oleh atasan dan atasannya lagi secara bersama-sama membahas kinerja bawahannya. Penilaian dengan jenis ini dapat bersifat lebih objektif atau lebih akurat bila dibandingkan dengan jenis penilaian yang dilakukan hanya oleh atasan sendiri. Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi dalam  penilaian kinerja.

3) Penilaian dilakukan oleh kelompok staf, di mana atasan meminta kepada satu atau lebih individu karyawan untuk bermusyawarah dengannya dan selanjutnya atasan langsung membuat keputusan akhir terhadap penilaian.

4) Penilaian dilakukan  melalui keputusan komite,  di mana jenis penilaian ini sama seperti pada jenis penilaian sebelumnya, hanya atasan langsung tidak bertanggung jawab untuk mengambil keputusan akhir, namun hasil akhir didasarkan pada pilihan mayoritas.

    Jenis penilaian ini memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 
a.  Dapat memperluas pertimbangan yang ekstrim.
b.  Memperlemah integritas manajer yang bertanggung jawab.
c.   Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan, dimana jenis penilaian inihampir sama dengan kelompok staf, hanya dalam jenis penilaian ini melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen SDM yang bertindak sebagai peninjau yang independen. Jenis penilaian ini dapat membawa suatu pikiran yang tetap kedalam satu penilaian lintas sektor yang besar dalam organisasi atau perusahaan.

5) Penilaian dilakukan oleh bawahan dan sejawat. Jenis penilaian ini memiliki kelemahan seperti penilaian mungkin terlalu subjektif, namun jenis penilaian ini dapat digunakan sebagai teknik tambahan dalam melakukan penilaian kinerja.
    
Metode penilaian kinerja karyawan dapat dibedakan menjadi metode penilaian yang berorientasi masa lalu dan masa depan. Metode penilaian yang berorientasi masa lalu, karyawan dapat memperoleh umpan balik dari usaha-usaha mereka. Umpan balik ini mengarah kepada perbaikan prestasi di masa yang akan datang dan metode penilaian yang berorientasi masa depan, karyawan tidak lagi sebagai objek penelitian yang tunduk dan tergantung kepada penyelia, tetapi karyawan turut dilibatkan dalam proses penilaian kinerja.

D. Dimensi Pengukuran Kinerja
  
Dimensi pengukuran kerja ada bermacam-macam, selanjutnya dalam artikel ini penulis mengambil satu contoh dimensi kerja dari dimensi menurut Mangkunegara.                
Menurut Mangkunegara (2008:67), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Dimensi kinerja tersebut adalah sebagai berikut :
1)  Kualitas kerja
      Kualitas atau mutu hasil kerja merupakan kualitas yang didasarkan pada standar yang ditetapkan oleh kebijakan instansi atau perusahaan dan dalam organisasi kualitas kerja diukur melalui ketepatan/ketelitian, kerapihan, keterampilan dan kualitas hasil kerja oleh seorang pegawai. Kemampuan yang dimiliki oleh seorang pegawai tersebut dan pekerjaan apapun yang diberikan oleh pihak instansi maupun perusahaan akan dapat diselesaikan dengan baik, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas kerja pegawai sangat baik bagi pihak perusahaan atau instansi terkait.

2)  Kuantitas kerja
Kuantitas kerja merupakan banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu yang ada, di mana organisasi tidak hanya memperhatikan hasil rutin saja, namun lebih cenderung kepada hal-hal lain, seperti  seberapa cepat perkerjaan dapat diselesaikan oleh para pegawai, ketepatan waktu, pencapaian progress, dan bahkan kuantitas yang dapat melebihi progress pekerjaan.

3)   Konsistensi pegawai
Konsistensi pegawai dalam organisasi meliputi ketetapan karyawan dalam menjalankan job description sesuai dengan apa yang diperintahkan perusahaan dan tingkat keseriusan pegawai dalam bekerja.

4)   Kerjasama
Kerja sama merupakan evaluasi perilaku kerja aktif dengan segala kemampuan dan keahlian untuk saling mendukung dalam tim kerja agar dapat memperoleh hasil kerja yang maksimal. Bentuk kerja sama dalam organisasi adalah seperti tingkat hubungan dengan sesama pegawai, tingkat hubungan dengan atasan, sikap saling membantu dan tingkat kekompakan dengan sesama team kerja.

5)   Sikap pegawai
Sikap pegawai dalam organisasi diukur melalui sikap tanggung jawab karyawan terhadap perusahaan, sikap toleransi terhadap sesama pekerja, sikap menghargai pimpinan, dan adanya sikap rasa memiliki terhadap perusahaan.

3. HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN KINERJA

Menurut Tampubolon (2007:42), gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahanya.

Mulyadi dan Rivai (2009;73),  menyatakan bahwa pemimpin dalam kepemimpinanya perlu memikirkan dan memperlihatkan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan kepada pegawainya. Gaya kepemimpinan yaitu norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.

Dalam teori jalur tujuan (Path Goal Theory) yang dikembangkan oleh House (1971:321) dalam Kreitner dan Kinicki (2005:313) menyatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja yang lebih tinggi dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi bawahannya agar percaya bahwa hasil yang berharga bisa dicapai dengan usaha yang serius.

Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan tingkat kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Kepemimpinan yang efektif dapat diperoleh melalui gaya kepemimpinanya yang diterapkan secara tepat dalam upaya mendorong dan mempengaruhi bawahannya, sehingga mampu meningkatkan kinerja bawahan.

Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Harianto (2008), Reza (2010), Ainanur (2012), Nurcahyani (2012), dan Widyawan (2013), bahwa terdapat hubungan atau pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan dan dalam ini penelitian dilakukan di proyek konstruksi. Kesimpulan yang dihasilkan adalah jika seorang pemimpin di lapangan atau seorang mandor memiliki dan mampu memilih gaya kepemimpinan yang tepat dalam mengelola bawahannya, maka kinerja bawahan dapat terkontrol dengan baik dan mampu meningkatkan kinerjanya.

Demikianlah artikel kali ini yang membahas tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan yang bersumber dari beberapa teori yang disampaikan oleh para ahli maupun hasil penelitian dari beberapa peneliti yang mampu memperkuat pendapat dan teori tersebut. Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu seorang pemimpin harus memiliki kualitas dan mampu memilih gaya kepemimpinan yang tepat dalam mengelola bawahannya, sehingga kinerja bawahan dapat terkontrol dengan baik dan mampu meningkatkan kinerjanya.

Penulis mengakui bahwa artikel ini jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangannya, sehingga penulis mengharpkan  kritikan dan saran yang membangun untuk kebaikan artikel ini. Namun demikian penulis juga berharap artikel ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, khususnya bagi para mahasiswa dan praktisi sebagi sumber rujukan ilmu dan penelitian yang sejenis.



 DAFTAR PUSTAKA

Ariadi, Tomi dan Theresita Herni S. 2012. Indikator Keberhasilan Proyek Pembangunan Bangunan Gedung yang Dipengaruhi Faktor Internal Site-Manager. Jurnal Teknik Sipil, Vol.11, No.2, pp:128-134. Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan Bandung.

Cokroaminoto. 2007. Membangun Kinerja Melalui Motivasi Kerja Karyawan.  Http://www.cokroaminoto,wordpress.com

Emad, et.all. 2014. Leadership Importance in Construction Productivity Improvement. Global Advanced Research Journal of Management and Business Studies, Vol. 3, no.3, pp: 114-125.

Habsari, Ari Retno. 2008. Terobosan Kepemimpinan. Jakarta: Buku Kita.

Kreitner dan Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Sepuluh. Yogyakarta: Andi Publisher.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2007. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Cetakan kedua. Bandung: PT. Refika Aditama.
                           
Mangkunegara, Anwar Prabu.2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Minavand, et.all. 2013. The Impact of Project Managers’ Leadership Style on Eemployees’ Job Satisfaction, Performance and Turnover. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM, Vol. 11, No. 6, pp:  43-49.
Nawawi, Hadari. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada. University Press.

Nurkolis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dalam Otonomi Daerah. Jakarta: Grasindo.

Rivai, Veitzal. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan. Bandung: PT.  Remaja Rosda Karya.

Rivai, Veitzal. 2011. Corporate Perfomance Management: Dari Teori ke Praktek. Semarang: Ghalia Indonesia.

Robbins, Stephen. 2006. Perilaku Organisasi. Alih Bahasa: Benyamin Molan. Edisi Kesepuluh. Penerbit: PT. Indeks, Kelompok Gramedia 
Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan I. Jakarta: PT. Kencana Media Group.

Tampubolon, Biatna. D. 2007. Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan Dan Faktor Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Organisasi Yang Telah Menerapkan SNI 19-9001-2001. Jurnal Standardisasi, Vol. 19, No. 9, pp: 106-115.

Tika, Moh. Pabundu. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Tjiptono, Fandy. 2006. Manajemen Pelayanan Jasa. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Empat.

Yukl, Gary. 2007. Kepemimpinan dalam Organisasi .Edisi ke 5. Jakarta: Indeks.

Image by konsultasipsikologijakarta.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar