Kamis, 04 Mei 2017

POPULASI, SAMPLE, TEKNIK PENGAMBILAN SAMPLE, DAN CARA MENENTUKAN JUMLAH SAMPLE DALAM PENELITIAN


Populasi, Sample, Teknik Pengambilan Sampling, dan Cara Menentukan Jumlah Sample Penelitian
POPULASI DAN SAMPLE PENELITIAN

Populasi, sample, teknik pengambilan sample, dan cara menentukan jumlah sample dalam penelitian suatu hal yang sangat penting dilakukan dan harus dipahami oleh seorang peneliti, khususnya bagi peneliti awal atau baru pertama kali melakukan penelitian. Selanjutnya, dalam penelitian atau riset SDM cenderung melibatkan karyawan sebagai objek yang diteliti. Artinya, para karyawan menjadi fokus perhatian para periset SDM dan biasanya aspek-aspek karyawan di perusahaan yang satu dapat berbeda dengan di perusahaan lain. 

Misalnya dalam hal komposisi karyawan, di mana di perusahaan-perusahaan besar jumlah karyawan bisa mencapai ribuan bahkan lebih. Perusahaan berskala menengah jumlah karyawan bisa mencapai ratusan orang dan sementara perusahaan kecil jumlah karyawan berkisar antara belasan atau puluhan saja.

Perbedaan jumlah karyawan ini cukup mempengaruhi desain riset. Di perusahaan kecil, misalnya dengan jumlah karyawan 25, pelaksanaan riset menjadi lebih simple atau sederhana dibandingkan di perusahaan dengan ribuan karyawan. Perbedaan jumlah karyawan yang diteliti menimbulkan istilah populasi dan sampel dalam penelitian dan untuk menunjang keberhasilan penelitian diperlukan teknik dalam pengambilan sampel.

Sehubungan dengan populasi, sample, teknik pengambilan sample, dan cara menentukan jumlah sample dalam penelitian, maka artikel kali ini secara rinci dan runtut akan membahas tentang pengertian populasi dan sampel, beberapa teknik pengambilan sample dan cara menentukan ukuran sample dalam penelitian.

A. PENGERTIAN POPULASI DAN SAMPLE

Pengertian populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sehingga populasi ini dapat berupa makhluk hidup atau pun benda mati yang ada di alam sekitar kita yang akan kita jadikan sebagai subyek atau obyek penelitian kita. Populasi juga bukan hanya tentang jumlah atau kuantitas, namun tentang karakteristik atau sifat-sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek penelitian.

Sample adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut atau bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya.

Dalam kehidupan sehari-hari pengertian sample dan populasi sering digunakan, misalnya saat membuat sup dan kita sering meneliti rasa sup dengan mencicipinya sesendok kecil sebagai sample. Demikian juga jika seseorang sedang sakit, dokter sering mengambil sample darah orang itu untuk mengetahui kondisi darahnya secara keseluruhan.

Secara khusus dalam riset-riset SDM, populasi dan sample biasanya muncul saat penelitian dilakukan di perusahaan dengan jumlah karyawan besar, misalnya ribuan. Sedangkan perusahaan dengan jumlah karyawan sedikit atau mungkin sekitar 50 orang, sering kali sample tidak digunakan dan penelitian dilakukan terhadap seluruh karyawan atau populasi.

Dalam penelitian atau riset SDM, sample karyawan sering kali diambil untuk mewakili seluruh populasi karyawan. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu produk tertentu, maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut. Jika yang diteliti adalah laporan keuangan perusahaan “X”, maka populasinya adalah keseluruhan laporan keuangan perusahaan “X” tersebut, Jika yang diteliti adalah motivasi pegawai di departemen “A” maka populasinya adalah seluruh pegawai di departemen “A”, dan seterusnya.


B. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPLE PENELITIAN

Teknik pengambilan sample penelitian ada bermacam-macam. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sample adalah sebagian dari populasi, artinya tidak akan ada sample jika tidak ada populasi. Jika penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya agar hasil penelitiannya lebih dapat dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti tidak dapat meneliti keseluruhan elemen, maka yang dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur  atau yang disebut dengan sample.

Berbagai alasan yang masuk akal mengapa peneliti menggunakan sample dan tidak melakukan sensus antara lain adalah :
a)  Populasi demikian banyak, jadi dalam prakteknya tidak mungkin seluruh elemen diteliti.
b)  Keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia
c)  Kadang penelitian yang dilakukan terhadap sampel bisa lebih reliabel daripada terhadap 
     populasi – misalnya, karena elemen sedemikian banyaknya maka akan memunculkan 
     kelelahan fisik dan mental para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan
d)  Elemen populasi bersifat homogen, sehingga penelitian terhadap seluruh elemen dalam 
     populasi menjadi tidak masuk akal.

    Selanjutnya, agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap dapat dipercaya dalam arti masih dapat mewakili karakteristik populasi,  maka cara penarikan samplenya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sample dikenal dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sample.

Secara umum ada dua jenis teknik pengambilan sample yaitu:

1.   Sample acak atau random sampling / probability sampling
Sample acak atau random sampling atau probability sampling adalah cara pengambilan sample yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya adalah jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sample adalah 75, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 75/100 untuk bisa dipilih menjadi sample.

Kapankah teknik sample acak dapat dilakukan?Teknik pengambilan sample acak dilakukan, yaitu jika peneliti ingin hasil penelitiannya dapat dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya melakukan generalisasi. Selain itu teknik pengambilan sample acak dilakukan, yaitu jika peneliti sudah mengetahui jumlah dan karakteristik populasi secara pasti.

Sebagai contoh adalah jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sample adalah 75, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 75/100 untuk bisa dipilih menjadi sample. Dan sample sejumlah 75 dapat sebagai representatif dan generalisai dari populasi sebanyak 100.


2.   Sample tidak acak atau nonrandom sampling/nonprobability sampling.
Sample tidak acak atau nonrandom sampling atau nonprobability sampling yaitu bahwa setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sample. Lima elemen populasi dipilih sebagai sample karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).

Kapankah teknik sample tidak acak dapat dilakukan? Teknik pengambilan sample tidak acak dilakukan, yaitu jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian. Selain itu teknik sample tidak acak biasanya diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi.

Sebagai contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah konsumennya dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran pupulasi yang tepat, maka peneliti tidak dapat mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sample dikatakan representatif. Artinya jika ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas terhadap teh botol.

          Dari dua jenis teknik pengambilan sample diatas, yaitu teknik sample acak dan teknik sample tidak acak, teknik tersebut masih dibedakan lagi menjadi beberapa teknik yang lebih spesifik lagi. Pada sample acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling. Berikut adalah ulasan secara lengkap.


TEKNIK SAMPLE ACAK (PROBABILITY SAMPLING)

1. Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana

Teknik simple random sampling atau sample acak sederhana ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen  populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya.

Misalnya dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sample secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sample.

2. Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan

Teknik stratified random sampling atau sample acak distratifikasikan dilakukan jika populasi bersifat heterogen dan bertingkat. Populasi yang dianggap heterogen menurut suatu karakteristik tertentu terlebih dahulu dikelompokkan dalam beberapa subpopulasi sehingga tiap subpopulasi yang ada memiliki anggota sampel yang relative homogen. Lalu dari tiap subpopulasi ini secara acak diambil anggota samplenya.

Dasar penentuan strata dapat secara geografis dan meliputi karakteristik populasi seperti pendapatan, pekerjaan, jenis kelamin, dan sebagainya. Selanjutnya untuk menghitung berapa jumlah sample yang diambil untuk masing-masing subpopulasi adalah tergantung pada jumlah sample tiap populasi, yaitu:
a).  Jika jumlah elemen tiap subpopulasi sama
Setelah jumlah sample yang akan diambil dapat ditentukan, maka misalkan dengan menggunakan rumus slovin diatas sampel yang dibutuhkan 150, serta diketahui pula bahwa jumlah subpopulasi adalah 5, maka tiap subpopulasi akan diambil sebanyak 150/5 = 30 sample.

b).  Jika jumlah elemen tiap subpopulasi  tidak sama
Jika jumlah elemen tiap subpopulasi tidak sama atau berbeda, misalkan jika ukuran populasi sebesar 868 terbagi atas 5 sub populasi yang masing-masing ukurannya 448, 131, 81, 108 dan 100.

Untuk mengambil sample sebesar 150 tidak dapat dengan menggunakan cara a) diatas, tetapi harus sebanding dengan jumlah subpopulasinya, sehingga perlu dicari faktor pembanding dari tiap subpopulasi yang sering disebut sample fruction (f) dengan cara membandingkan jumlah elemen tiap subpopulasi dengan jumlah seluruh elemen populasi sehingga didapat masing-masing sample fraction-nya.

Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat menguji dugaannya tersebut maka samplenya harus terdiri atas paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sample secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sample secara acak.

Pada saat menentukan jumlah sample dalam setiap stratum, peneliti dapat menentukan secara proposional dan secara tidak proposional.

Yang dimaksud dengan proposional adalah jumlah sample dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah sample yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka  untuk stratum I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.

Sedangkan jumlah dalam setiap stratum tidak proposional, yaitu jika jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum tersebut, dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.

3. Cluster Sampling atau Sampel Gugus

Pengambilan sample dengan cara cluster sampling atau sample gugus ini hampir sama dengan cara stratifikasi di atas. Bedanya jika cara stratifikasi mengakibatkan adanya subpopulasi yang unsur-unsurnya homogen, sedangkan dengan cara kluster unsur-unsurnya heterogen. Selanjutnya dari masing-masing kluster dipilih sample secara random sebanyak yang dibutuhkan. Pengambilan sample kluster ini kadang-kadanng dikaitkan dengan pengambilan sample wilayah, sebab dalam pelaksanaanya sering dikaitkan dengan letak geografis.

Teknik cluster sampling disebut juga sebagai sample gugus, karena cara pengambilan sample berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sample acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A: laki-laki semua, stratum B: perempuan semua), maka dalam sample gugus, setiap gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen.

Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah terpilihnya sample hanya dari satu atau dua departemen saja.

4. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis

Menurut Vockel (1983), cara systematic sampling atau sample sistematis ini merupakan teknik untuk memilih anggota sample melalui peluang dan sistem tertentu dimana pemilihan anggota sample dimulai dengan pemilihan secara acak untuk data pertama dan berikutnya untuk setiap interval tertentu.

Misalnya akan diambil sample sebanyak 100 dari 1000 anggota populasi, kita akan memilih data pertama dari sample pertama secara acak antara 1 sampai 10. Jika terambil nomor 4 maka untuk data kedua akan diambil dari sample kedua yaitu nomor 14 dan seterusnya. Agar sample yang didapat terdistribusi dengan baik maka populasi harus juga dibuat acak, jangan diurutkan misalnya  kalau kita akan memilih nama-nama orang janganlah nama-nama itu diurutkan secara alfabetik.   

Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sample sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sample adalah yang  ke berapa. 

Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sample. Soal keberapa-nya satu unsur populasi bisa dijadikan sample tergantung pada ukuran populasi dan ukuran sample. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sample yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara sample kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25.

5. Area Sampling atau Sample Wilayah

Teknik area sampling atau sample wilayah ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sample dengan area sampling sangat tepat.



TEKNIK SAMPLE TIDAK ACAK 

1.  Convenience Sampling

Teknik sample dengan convenience sampling atau sample yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan ini nyaris tidak dapat diandalkan, tetapi biasanya paling murah dan cepat dilakukan karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang mereka temui. Meskipun terdapat ketidak terandalan, cara ini masih bermanfaat, misalnya pada tahap awal penelitian eksploratif saat mencari petunjuk-petunjuk penelitian. Hasilnya dapat menunjukkan bukti-bukti yang cukup berlimpah, sehingga prosedur pengambilan sample yang lebih canggih tidak diperlukan.

Dalam memilih sample, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sample karena kebetulan orang tersebut berada di tempat atau kebetulan peneliti mengenalnya. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling  atau tidak disengaja atau juga captive sample (man-on-the-street). Jenis sample ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang samplenya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sample ini,  hasilnya ternyata kurang obyektif.

2. Purposive Sampling

Teknik sample dengan purposive sampling, maka sesuai dengan namanya, sample diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sample karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sample ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.

a.   Judgment Sampling
Teknik sample dengan judgment  sampling ini dapat dipakai, jika peneliti ingin mengetahui pendapat karyawan tentang prooduk yang akan dibuat. Peneliti telah beranggapan bahwa karyawan akan lebih banyak tahu daripada orang-orang lain, sehingga peneliti telah melakukan pertimbangan. Cara ini lebih cocok dipakai pada saat tahap awal studi eksploratif. 

Sample dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sample karena mereka mempunyai information rich.

Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sample adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik (Cooper dan Emory, 1992).

b.  Quota Sampling
Teknik quota sampling dilakukan, jika riset yang dilakukan bertujuan untuk mengkaji suatu fenomena dari beberapa sisi. Responden yang akan dipilih adalah orang-orang yang diperkirakan dapat menjawab semua sisi itu. Misalnya akan diteliti perihal aktivitas mahasiswa dalam belajar di kelas, membaca buku-buku perpustakaan, turut serta dalam riset-riset kecil, maka sasaran kuesioner diarahkan pada dosen-dosen yang aktif mengajar, aktif diperpustakaan, dan aktif dalam riset. Jadi dosen-dosen seperti ini jika dijadikan sampel akan dapat digunakan sebagai wakil dari populasi seluruh dosen yang ada.

Teknik sample quota sampling ini adalah bentuk dari sample distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja. Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60%  dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sample tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan.


3. Snowball Sampling atau Sampel Bola Salju

Teknik snowball sampling atau sample bola salju merupakan teknik penentuan sample yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sample ini disuruh memilih responden lain untuk dijadikan sample lagi, begitu seterusnya sehingga jumlah sample terus menjadi banyak. Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Peneliti hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sample. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sample pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sample.

Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum LGBT terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita yang termasuk dalam LGBT dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita  tersebut untuk bisa mewawancarai teman LBGT lainnya. Setelah jumlah wanita LGBT yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita LGBT lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif.


C. CARA MENENTUKAN JUMLAH SAMPEL

Pembahasan sebelumnya mengenai pengertian populasi, sample dan teknik pengambilan sample penelitian sudah cukup jelas. Selanjutnya berikut ini adalah pembahasan tentang tata cara menentukan ukuran atau besarnya sample. Dalam sebuah penelitian yang melibatkan ratusan atau bahkan ribuan elemen, secara praktis peneliti mustahil untuk mengumpulkan data, menguji atau menelaah tiap elemen. Selain itu penelitian sangat terkendala pada waktu, biaya dan sumber daya lainnya.

Besaran atau ukuran sample ini sangat tergantung dari besaran tingkat ketelitian atau kesalahan yang diinginkan peneliti. Namun, dalam hal tingkat kesalahan, pada penelitian sosial maksimal tingkat kesalahannya adalah 5% (0,05). Makin besar tingkat kesalahan maka makin kecil jumlah sample. Namun yang perlu diperhatikan adalah semakin besar jumlah sample (semakin mendekati populasi), maka semakin kecil peluang kesalahan generalisasi dan sebaliknya, semakin kecil jumlah sample (menjauhi jumlah populasi),  maka semakin besar peluang kesalahan generalisasi.

Dalam menentukan ukuran atau besarnya sample secara umum, yaitu penelitian korelasional jumlah sample minimal untuk memperoleh hasil yang baik adalah 30, dalam penelitian eksperimen jumlah sample minimum 15 dari masing-masing kelompok,  dan untuk penelitian survey jumlah sample minimum adalah 100.

Sedangkan perhitungan menurut beberapa ahli dalam menentukan sample dari populasi, terdapat beberapa formula untuk menentukan ukuran sample seperti Tabel Isaac and Michael, Tabel Krejcie dan Morgan, Formula Slovin, Formula Lemeshow, Cohran’s Formula atau lainnya.

Gay dan Diehl (1992) berpendapat bahwa sample haruslah sebesar-besarnya. Pendapat Gay dan Diehl (1992) ini mengasumsikan bahwa semakin banyak sample yang diambil maka akan semakin representatif dan hasilnya dapat digeneralisir. Namun ukuran sample yang diterima akan sangat bergantung pada jenis penelitiannya.
1.     Jika penelitiannya bersifat deskriptf, sample minimumnya adalah 10% dari populasi
2.     Jika penelitianya korelasional, sample minimumnya adalah 30 subjek
3.     Apabila penelitian kausal perbandingan, sample sebanyak 30 subjek per group
4.     Apabila penelitian eksperimental, sample minimumnya adalah 15 subjek per group

Kemudian Roscoe (1975) yang dikutip Uma Sekaran (2006) memberikan acuan umum untuk menentukan ukuran sample :
1. Ukuran sample > 30 dan < 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian
2. Jika sample dipecah ke dalam subsample (pria/wanita, junior/senior, dan sebagainya), 
    ukuran sample minimum 30 untuk tiap kategori adalah tepat
3. Dalam penelitian multivariate (termasuk analisis regresi berganda), ukuran sample 
    sebaiknya 10x lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian
4. Untuk penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eskperimen yang ketat, 
    penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran sample antara 10 - 20.

    Selanjutnya Malhotra (1993) memberikan panduan ukuran sample yang diambil dapat ditentukan dengan cara mengalikan jumlah variabel dengan 5, atau 5x jumlah variabel. Dengan demikian jika jumlah variabel yang diamati berjumlah 20, maka sample minimalnya adalah 5 x 20 = 100.

 Arikunto Suharsimi (2005) memberikan pendapat sebagai berikut : “..jika peneliti memiliki beberapa ratus subjek dalam populasi, maka mareka dapat menentukan kurang lebih 25 – 30% dari jumlah tersebut. Jika jumlah anggota subjek dalam populasi hanya meliputi antara 100 – 150 orang, dan dalam pengumpulan datanya peneliti menggunakan angket, maka sebaiknya subjek sejumlah itu diambil seluruhnya. Namun apabila peneliti menggunakan teknik wawancara dan pengamatan, jumlah tersebut dapat dikurangi menurut teknik sample dan sesuai dengan kemampuan peneliti.

Selain berdasarkan cara-cara tersebut di atas, pengambilan jumlah sample dapat dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut :

1. RUMUS SLOVIN

      Pengambilan jumlah sample menurut  rumus Slovin dalam Riduwan ( 2005:65):
n = N/N(d)2 + 1
n = sample; N = populasi; d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05.

      Jika jumlah populasi adalah 125, dan tingkat kesalahan yang dikehendaki adalah  
      5%, maka jumlah sample yang digunakan adalah :

N = 125 / 125 (0,05)2 + 1 = 95,23, dibulatkan 95

2. Formula Jacob Cohen
    
      N     = Ukuran sample
      F^2  = Effect Size
      u      = Banyaknya ubahan yang terkait dalam penelitian
      L      = Fungsi Power dari u, diperoleh dari tabel
     
      Harga L tabel dengan t.s 1% power 0.95 dan u = 5 adalah 19.76
      maka dengan formula tsb diperoleh ukuran sample.
     
      N = 19.76 / 0.1 + 5 + 1 = 203,6, dibulatkan 203

Pengambilan jumlah sample menurut  Formula Jacob Cohen dalam Suharsimi
Arikunto ( 2010:179) :

N = L / F^2 + u + 1

Keterangan :
Power (p) = 0.95 dan Effect size (f^2) = 0.1

3. Rumus Proporsi atau Tabel Isaac dan Michael

 Pengambilan jumlah sample ini ditentukan sesuai rumus berdasarkan proporsi atau  berdasarkan Tabel Isaac dan Michael. Tabel penentuan jumlah sample dari Isaac dan  Michael ini memberikan kemudahan penentuan jumlah sample berdasarkan tingkat  kesalahan 1%, 5% dan 10%. Dengan tabel tersebut, peneliti dapat secara langsung  menentukan besaran sample berdasarkan jumlah populasi dan tingkat kesalahan yang  dikehendaki seperti yang tercantum dalam tabel tersebut.

            Demikianlah artikel kali ini yang membahas tentang pengertian populasi, sample, tehnik pengambilan sample, dan cara menentukan jumlah sample dalam penelitian. Penulis berharap pembahasan materi dalam artikel ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa tingkat akhir sebagai bekal ilmu dalam tugas penelitiannya.




DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto.2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi revisi-VI. Cetakan ke-13. Jakarta: PT.Renika Cipta.
Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktis. Edisi Revisi 2010. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Azwar, Saifuddin. 2004. Metode Penelitian.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fraenkel, J. & Wallen, N. (1993). How to Design and evaluate research in education. (2nd ed). New York: McGraw-Hill Inc.
Gay, L.R. dan Diehl, P.L. 1992. Research Methods for Business and. Management, MacMillan Publishing Company. New York
Istijanto.2008. Riset Sumber Daya Manusia. Cara Praktis Mendeteksi Dimensi -Dimensi Kerja Karyawan.PT Gramedia.Jakarta.
Malhotra K. Naresh. 1993. Marketing Research An Applied Orientation, second edition, Prentice Hall International Inc. New Jersey.
Nazir, Mohammad.2005. Metode Penelitian. Cetakan ke-6. Bogor : Ghalia Indonesia.
Riduwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung : Alfabeta.
Sekaran, Uma. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Saryono.2011. Metodologi Penelitian Kesehatan.Edisi ke-4. Yogyakarta: Mitra Cendekia
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administasi. Bandung:  Alvabeta.
Umar, Husein. 2008. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar