Motivasi Img by pengertianku.net |
Motivasi berpengaruh pada kinerja
karyawan. Apakah sebenarnya motivasi itu?Bagaimana motivasi dalam pengaruhnya
pada kinerja karyawan? Secara umum kita ketahui dan kita rasakan, bahwa segala
bentuk kegiatan yang dilakukan individu atau kelompok untuk mencapai suatu
tujuan diperlukan suatu tenaga yang mampu mendorong individu atau pun kelompok
tersebut sehingga dapat melakukan kegiatan itu. Setiap kegiatan yang dilakukan
pasti mengacu pada suatu tujuan tertentu.
Demikian
pula dalam suatu organisasi atau perusahaan pasti memiliki suatu tujuan yang
hendak dicapai. Cepat lambatlah suatu capaian tujuan perusahaan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, seperti faktor sumber daya manusia perusahaan yang dapat
dinilai dari tingkat kinerja para karyawannya.
Tinggi
rendahnya tingkat kinerja karyawan perusahaan dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor dan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah
motivasi. Dengan demikian motivasi harus mendapat perhatian khusus dari setiap
manajer perusahaan, karena motivasi dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Benarkah
motivasi dapat mempengaruhi kinerja
karyawan?
Dalam artikel kali ini penulis ingin
memaparkan tentang motivasi mulai dari definisi motivasi, teori motivasi, prinsip-prinsip
motivasi, dimensi pengukuran motivasi, dan pengaruh motivasi terhadap kinerja
karyawan. Paparan materi dalam artikel ini tentunya mengacu pada beberapa teori
yang disampaikan oleh beberapa ahli dan berdasarkan hasil penelitian oleh
beberapa peneliti.
A.
DEFINISI MOTIVASI
Menurut Robbins dan
Judge (2007:89), mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan
intensitas, arah, dan ketekunan usaha untuk mencapai
suatu tujuan.
Aries
dan Ghozali (2006:126), menyebutkan bahwa motivasi adalah
pemberian dorongan-dorongan individu
untuk bertindak yang menyebabkan
orang tersebut berperilaku dengan
cara tertentu yang mengarah pada tujuan.
Vroom and Deci (1992:40) dalam Chintallo and Mahadeo (2013:5),
menyebutkan “A person may want to satisfy the
second need rather than the first one. Maslow said that gratification becomes as important concept in motivation as deprivation. A person’s wants and needs priorities vary as
such he may rank a need which is lower in the Maslow’s hierarchy of needs higher
or vice versa and there may be more than five types of needs. Further to that,
it has been said that when employees have satisfied the five level needs, they
ought to be creative, innovative and productive”.
Hasibuan
(2008:143), menyebutkan bahwa motivasi kerja adalah pemberian daya
penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja
sama, bekerja efektif, dan
terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Kegairahan kerja adalah kemauan dan kesenangan yang mendalam
terhadap pekerjaan yang dilakukan dan dengan mengetahui perilaku manusia, apa
sebabnya orang mau bekerja, dan kepuasan-kepuasan apa yang dinikmatinya, maka
seorang manajer akan lebih mudah memotivasi bawahan.
Mangkuprawira dan Aida (2007:113), menyatakan motivasi diibaratkan
sebagai jantungnya manajemen karyawan. Motivasi merupakan dorongan yang membuat
karyawan melakukan sesuatu dengan cara dan untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan
pendapat beberapa ahli tersebut di atas tentang motivasi, maka dapat dimaknai
bahwa motivasi merupakan suatu
keadaan atau keinginan yang
ada dalam diri individu atau karyawan
untuk merespon sejumlah
pernyataan, sehingga tumbuh
dorongan untuk berbuat atau bekerja lebih giat dalam usaha mencapai tujuan.
B. TEORI MOTIVASI
Pimpinan
perusahaan merupakan
sosok yang sangat berpengaruh pada peningkatan motivasi karyawan sebagai bawahannya,
sehingga sudah semestinya setiap pimpinan perusahaan harus memahami tentang
teori motivasi. Teori motivasi memberikan arahan kepada kita dalam mengidentifikasi apa yang dapat memotivasi karyawan dalam bekerja, bagaimana membina hubungan
perilaku kerja dengan suatu motivasi, dan memahami mengapa
karyawan
perlu dimotivasi untuk memiliki
prestasi kerja yang tinggi dan semakin meningkat.
Oleh
karena itu sudah selayaknya seorang pimpinan harus memahami teori motivasi dan
berikut ini adalah beberapa teori tentang motivasi.
Menurut Sutrisno (2009:130), menyatakan bahwa teori motivasi dikelompokkan dalam dua aspek, yaitu
teori kepuasan dan teori proses.
1. TEORI KEPUASAN
Teori kepuasan
mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu
yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini
memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan,
mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilakunya.
Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa
yang memuaskan dan mendorong semangat kerja kerja seseorang. Kebutuhan dan
pendorong itu adalah keinginan untuk memenuhi kepuasan material maupun non
material yang diperolehnya dari hasil pekerjaannya.
Kebutuhan dan
kepuasan yang semakin terpenuhi, maka semangat bekerjanya pun akan semakin baik
pula, dan pada dasarnya teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan bertindak
untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasannya, di mana semakin tinggi standar
kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan, semakin giat orang itu bekerja. Tinggi
atau rendahnya tingkat kebutuhan dan kepuasan yang ingin dicapai seseorang
mencerminkan semangat bekerja orang tersebut. Teori kepuasan tersebut
dipelopori oleh Maslow, McClelland, Herzberg, Alderfer dan McGregar dalam
Sutrisno (2009:124).
1) Taylor
dengan Teori Motivasi Konvensional
Teori
motivasi konvensional ini termasuk content
theory, karena Taylor memfokuskan teorinya pada anggapan bahwa keinginan
untuk pemenuhan kebutuhannya yang menyebabkan orang mau bekerja keras. Teori ini
menyebutkan bahwa seseorang akan berbuat atau tidak berbuat didorong oleh ada
atau tidak adanya imbalan yang akan diperoleh yang bersangkutan, oleh karena
itu, seorang pemimpin haruslah berusaha memberikan imbalan yang berbentuk
materi, agar bawahannya bersedia diperintah melakukan pekerjaan yang telah
ditentukan. Jika imbalan ini bertambah, maka intensitas pekerjaan pun akan
dapat dipacu, sehingga dalam teori ini pemberian imbalanlah yang memotivasi seseorang untuk
melakukan pekerjaan (Sutrisno, 2009:131).
2)
Maslow dengan teori Hierarkhi
Teori
motivasi yang dikembangkan
oleh Maslow (Greenberg dan Baron, 1997), dalam Mangkunegara (2009:63) dan Hasibuan
(2008:105), mengemukakan bahwa kebutuhan manusia ini dapat diklasifikasikan ke
dalam lima hierarki kebutuhan yaitu
sebagai berikut :
a) Kebutuhan
fisiologis (physiological). Kebutuhan
untuk mempertahankan hidup ini disebut juga kebutuhan psikologis (physiological needs) yaitu kebutuhan
untuk mempertahankan hidap dari kematian. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling
dasar, seperti kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan
fisik, bernafas, seksual, dan
sebagainya yang dapat diperoleh melalui pemberian gaji, bonus, fasilitas
perumahan, dan sebagainya.
b) Kebutuhan
rasa aman (safety). Menurut
Maslow, setelah kebutuhan tingkat dasar terpenuhi, maka seseorang berusaha
memenuhi kebutuhannya yang lebih tinggi yaitu kebutuhan rasa aman dan
keselamatan. Kebutuhan ini seperti kebutuhan keamanan kerja, tunjangan kesehatan, pension,
perlengkapan kerja, dan sebagainya.
c) Kebutuhan
hubungan sosial (affiliation). Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat ketiga dari
Maslow. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk hidup bersama orang lain,
kebutuhan untuk rasa memiliki, kebutuhan untuk diterima oleh kelompok,
berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai oleh orang lain dalam hidup di masyarakat.
d) Kebutuhan
pengakuan (estern). Setiap
orang yang normal membutuhkan adanya penghargaan diri dan penghargaan prestise
diri dari lingkungannya, dimana semakin tinggi status dan kedudukan seseorang
dalam perusahaan, maka semakin tinggi pula kebutuhan akan prestise diri.
Kebutuhan pengakuan ini di peroleh misalnya dengan mendapatkan pengakuan dan
penghargaan atas prestasi kerjanya dari pimpinan dan perusahaan.
e) Kebutuhan
aktualisasi diri (self
actualization). Kebutuhan
aktualisasi diri merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi dan untuk
memenuhi kebutuhan puncak ini biasanya seeorang bertindak bukan atas dorongan
orang lain, tetapi karena kesadaran dan keinginan diri sendiri. Kebutuhan
aktualisasi diri dapat diperoleh melalui adanya kesempatan untuk memberikan
ide, saran, dan masukan berdasarkan kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya.
3) McClelland dalam Teori Motivasi
Berprestasi
Menurut McClelland dalam Sutrisno (2009:139), terdapat tiga komponen
dasar yang dapat digunakan untuk
memotivasi orang bekerja, yaitu : 1)Need
of achievement, 2)Need
of affiliation , dan 3)Need
of power.
1) Need of achievement, merupakan kebutuhan untuk meraih sukses, yang diukur
berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini
berhubungan dengan pekerjaan, dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk
mencapai prestasi tertentu.
2) Need of affiliation, merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan
dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku
untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain.
3) Need of power, kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi terhadap
orang lain. Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau kurang
memperdulikan perasaan orang lain dan lebih lanjut dijelaskan pada kehidupan
sehari-hari.
Ketiga kebutuhan tersebut
dalam kehidupan sehari-hari akan selalu muncul pada tingkah laku individu, hanya
kekuatannya tidak sama antara kebutuhan-kebutuhan itu pada diri seseorang.
Menurut Mangkunegara (2011:68), bahwa ketiga kebutuhan tersebut disebut sebagi “virus
mental” yang ada pada diri seseorang. Virus mental adalah kondisi
jiwa yang mendorong seseorang mampu mencapai prestasinya secara maksimal.
4) Herzberg dalam
Teori Model dan Faktor.
Menurut Sutrisno
(2009:142-143), teori ini merupakan pengembangan dari teori hierarki kebutuhan
Maslow. Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan
seseorang, yaitu: a)faktor pemeliharaan ((maintanance
factor) dan b) faktor motivasi (motivation
factor).
a). Faktor Pemeliharaan ((Maintanance Factor)
Faktor
pemeliharaan disebut juga hygine factor,
merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara
keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan.
Faktor pemeliharaan adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan
hakekat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan
ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus karena kebutuhan ini
merupakan akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi, misalnya orang lapar
akan makan, kemudian lapar lagi, lalu makan lagi, dan seterusnya.
Faktor-faktor pemeliharaan ini
meliputi hal-hal gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervise yang
menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas, dan macam-macam tunjangan lainnya dan hilangnya
faktor-faktor pemeliharaan ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan
absennya karyawan, bahkan dapat menyebabkan banyak karyawan yang keluar. Faktor-faktor pemeliharaan bukanlah merupakan
motivasi bagi karyawan, tetapi merupakan keharusan yang harus diberikan
pimpinan kepada mereka demi kesehatan dan kepuasan bawahan.
b). Faktor
Motivasi (Motivation Factor)
Faktor pemuas
yang disebut juga motivator, merupakan faktor pendorong seseorang untuk
berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan (intrinsik). Faktor motivator mencakup:
1) kepuasan kerja;
2) prestasi yang diraih;
3) peluang untuk maju;
4) pengakuan dari orang lain;
5) kemungkinan pengembangan karier, dan
6) tanggung jawab.
Faktor motivasi
menyangkut kebutuhan psikologis seseorang akan perasaan sempurna dalam
melakukan pekerjaan. Faktor motivasi berhubungan dengan penghargaan terhadap
pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya kursi yang
enak, ruangan yang nyaman, penempatan yang tepat, dan sebagainya. Berdasarkan
teori ini bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus diusahakan sedemikian rupa
agar kedua faktor ini (faktor pemeliharaan dan faktor motivasi) dapat terpenuhi.
5) Alderfer
dengan Teori ERG
Alderfer dalam
Sutrisno (2009: 147-149), mengemukakan teori-teorinya dengan nama teori ERG (Existence, Relatedness, Growth). Teori
ini merupakan modifikasi dari teori hierarki Malsow dan dimaksudkan untuk
memperbaiki beberapa kelemahan teori Maslow.
Teori ini memodifikasi dan memanfaatkan kelima tingkat
kebutuhan Maslow menjadi tiga macam kebutuhan saja dan setiap orang perlu
memenuhi tiga kebutuhan tersebut dengan sebaik-baiknya, yaitu :
a). Existence (Keberadaan). Existence merupakan kebutuhan seseorang untuk dapat dipenuhi dan
terpeliharanya keberadaan yang bersangkutan sebagai seorang manusia
ditengah-tengah masyarakat atau perusahaan.
Existence ini meliputi kebutuhan psikologi (rasa lapar, haus, tidur) dan
kebutuhan rasa aman, oleh karena kebutuhan ini amat mendasar untuk dipenuhi
dengan sebaik-baiknya, agar konsentrasi pikiran dan perhatian karyawannya
terpusat untuk melaksanakan pekerjaan.
b). Relatedness (Kekerabatan). Kekerabatan merupakan keterkaitan antara seseorang
dengan lingkungan sosial sekitarnya. Setiap orang dalam hidup dan pekerjaannya
selalu berhubungan dengan orang, sehingga dalam teori kekerabatan mencakup
semua kebutuhan yang melibatkan hubungan seseorang dengan orang lain. Individu-individu
akan terlibat dalam kegiatan saling menerima, pemberian pengertian, dan
sebagainya yang merupakan proses kekerabatan. Kebutuhan ini sebanding dengan
kebutuhan rasa aman, kebutuhan social dan sebagai kebutuhan prestise, dalam
teori Maslow. Seorang pemimpin yang mempunyai bawahan haruslah memperhatikan
kebutuhan kekerabatan ini yang terdapat pada diri setiap orang, dan berupaya untuk memenuhinya dengan
semampunya.
c).Growth (Pertumbuhan). Kebutuhan akan pertumbuhan dan perkembangan ini
merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan potensi diri seseorang,
seperti pertumbuhan kreativitas dan pribadi. Kebutuhan ini sebanding dengan
kebutuhan harga diri dan perwujudan diri dan dalam kebutuhan pertumbuhan akan
dikombinasikan kedua kebutuhan ini, walaupun dilihat dari kebutuhan
masing-masing yang sangat berbeda, tetapi fokus perhatian dan perkembangan, sehingga
cara pengkombinasian ini dapat diterima. Kebutuhan yang terpenuhi maka pribadi
yang bersangkutan akan mendorong dirinya untuk secara penuh mengembangkan
kapasitas pribadinya.
6) McGregor
dengan Teori X dan Y
Menurut Sutrisno
(2009:151-152), terdapat dua cara yang dapat dilakukan dalam mendalami perilaku
manusia, yang terkandung dalam teori X (Teori Konvensional) dan Teori Y (Teori
Potensial). Prinsip teori X didasarkan pada pola pikir konvensional yang ortodoks, dan menyorot sosok negatif
perilaku manusia.
Teori ini
memandang manusia dengan kaca mata gelap dan buram, yang menganggap
manusia itu :
a) Malas dan tidak suka bekerja;
b) Kurang bisa bekerja keras, menghindar dari tanggung
jawab;
c) Mementingkan diri sendiri, dan tidak mau peduli pada
orang lain, karena itu bekerja suka dituntun dan diawasi;
d) Kurang suka menerima perubahan, dan ingin tetap seperti
yang dahulu.
Prinsip umum
teori Y sangat jauh berbeda dengan teori X. Teori ini dapat dikatakan merupakan
suatu revolusi pola pikir dalam memandang manusia secara optimis, karena itu
disebut sebagai potensial dan teori Y memandang manusia itu pada dasarnya :
a) Rajin, aktif, dan mau mencapai prestasi bila kondisi
konduktif;
b) Sebenarnya mereka dapat produktif perlu dimotivasi;
c) Dapat berkembang bila diberi kesempatan yang lebih
besar
Kesimpulan dari teori X dan Y
adalah sebagai berikut :
a) Kedua teori ini pada dasarnya memang berlaku dan dapat
kita terima dalam memandang manusia, tipe-tipe perilaku yang cocok dengan kedua
teori tersebut.
b) Pemimpin dalam memberi motivasi kepada bawahan harus
mempunyai kualifikasi bawahan, apakah mereka tipe X atau tipe Y, manusia bertipe
X memerlukan gaya kepemimpinan otoriter, sedangkan manusia Y memerlukan gaya
kepemimpinan partisipatif.
2. TEORI MOTIVASI PROSES
Teori proses pada dasarnya
adalah berusaha untuk
menjawab sebuah
pertanyaan
tentang bagaimana
menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku individu agar
setiap individu dapat bekerja dengan giat sesuai dengan keinginan manajer
perusahaan.
Menurut Sutrisno (2009:153), mengungkapkan bahwa teori proses ini berlawanan
dengan teori-teori kebutuhan seperti yang diuraikan di atas, teori-teori proses
memusatkan perhatiannya pada bagaimana motivasi terjadi.
Teori motivasi proses terdiri dari teori harapan,
teori keadilan, dan teori pengukuhan.
a) Teori
Harapan (Expectacy Theory), menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang
bekerja giat akan melaksanakan pekerjaannya tergantung pada hubungan timbal
balik apa yang ia inginkan dengan kebutuhan dari hasil pekerjaan itu dan berapa
besar ia yakin perusahaan akan memberikan pemuasan bagi keinginan sebagai
imbalan atas usaha yang dilakukannya itu.
b) Teori
Keadilan (Equity Theory) menekankan bahwa ego manusia selalu mendambakan
keadilan dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang
relatif sama dan bagaimana perilaku bawahan dinilai oleh atasan akan
mempengaruhi semangat kerja mereka.
c) Teori
pengukuhan (Reinforcement Theory), didasarkan atas hubungan sebab dan akibat perilaku
dengan pemberian kompensasi, misalnya promosi bergantung pada prestasi yang
selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok bergantung pada tingkat produksi
kelompok itu. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara
perilaku dan kejadian yang mengikuti perilkau itu. Teori pengukuhan terdiri
dari dua jenis yaitu pengukuhan positif dan pengukuhan negatif.
Teori proses ini hanya akan bermanfaat apabila manajer
telah betul-betul mengenal bawahan dan kepribadian individual mereka, dan
kadang-kadang hal ini tidak mudah terlebih bagi karyawan yang mengalami
ketidakadilan di masa lalu atau kebutuhan keamanannya tidak terpenuhi, lambat
mempercayai manajer, dan mengungkapkan imbalan apa yang paling bervalensi bagi
mereka. Kelemahan teori ini dapat diatasi, jika para manajer secara cermat
menetapkan standard yang jelas atas kinerja yang dapat diterima dan sistem
imbalan ekstrinsik yang pantas (Sutrisno, 2009:158).
3. PRINSIP-PRINSIP MOTIVASI
Pemberian motivasi kerja
pada karyawan merupakan hal penting. Faktor-faktor pengaruh motivasi antara
karyawan satu dengan yang lain mungkin saja berbeda-beda dan dalam hal ini
seorang pimpinan perlu memperhatikan beberapa prinsip dalam memberikan motivasi
kepada bawahan, sehingga usaha tersebut dapat berhasil efektif.
Menurut Hasibuan (2006:108),
menyatakan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi
pegawai yaitu:
1) Hal
–hal yang mendorong pegawai adalah “pekerjaan yang menantang yang mencakup
perasaan untuk berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan dapat menikmati
pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya itu.”
2) Hal-hal yang mengecewakan pegawai adalah
terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan
pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan, dan
lain-lainnya.
3) Pegawai kecewa, jika peluang untuk
berprestasi terbatas. Pegawai
akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.
Menurut
Mangkunegara (2009:61-62), terdapat beberapa prinsip dalam
memotivasi kerja karyawan diantaranya yaitu :
1) Prinsip
partisipasi
Pemimpin dalam upaya memotivasi kerja,
pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpatisipasi dalam menentukan tujuan
yang akan dicapai oleh pemimpin.
2) Prinsip
komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang
berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai
akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
3) Prinsip
mengakui andil bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bahawan (pegawai) mempunyai andil
didalam usaha pencapaian tujuan dan
dengan
pengakuan tersebut pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
4) Prinsip
pendelegasian wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada
pegawai bawahan untuk sewaktu waktu dapat mengambil keputusan terhadap
pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi
termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
5) Prinsip
memberi perhatian
Pemimpin yang
memberikan
perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan akan memotivasi pegawai
bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin.
4. DIMENSI PENGUKURAN MOTIVASI
Dimensi
pengukuran motivasi ada
bermacam-macam dan dalam artikel ini penulis memberikan salah satu contoh dimensi
pengukuran motivasi, yaitu mengacu pada teori Maslow dalam
Hasibuan (2008:105).
Motivasi
kerja dipengaruhi oleh lima kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan,
sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri yang kemudian dari faktor-faktor
tersebut diturunkan menjadi indikator-indikator untuk mengetahui tingkat
motivasi kerja karyawan,
yaitu sebagai berikut :
1) Fisiologis, yang
ditunjukkan dengan pemberian gaji, bonus, waktu istirahat yang cukup, fasilitas
perumahan, dan sebagainya. Kebutuhan fisiologis dalam organisasi dapat
diperoleh melalui kesesuaian gaji dengan kebutuhan, pemberian bonus dan gaji
tambahan, adanya waktu istirahat yang cukup, dan adanya tunjangan tempat
tinggal yang layak.
2) Keamanan, yang
ditunjukkan dengan jaminan keamanan, tunjangan kesehatan, perlengkapan atau
fasilitas kerja, tunjangan pension, dan sebagainya. Kebutuhan keamanan dalam
organisasi dapat diperoleh melalui jaminan keamanan yang memadai, tunjangan
kesehatan yang baik, fasilitas kerja yang baik, dan tunjangan hari tua/pesangon
yang sesuai dengan pengabdian kerja.
3) Sosial, yang
ditunjukkan melalui interaksi dengan orang lain dan kelompok. Kebutuhan sosial dalam
organisasi dapat diperoleh dengan adanya hubungan kerja antara sesama rekan
baik, kerja sama team saling mendukung, perlakuan sesama rekan di luar
lingkungan kerja baik, dan adanya kegiatan bakti sosial di masyarakat.
4) Penghargaan, yang
ditunjukkan dengan adanya pengakuan dan penghargaan atas prestasi kerja. Kebutuhan
penghargaan dalam organisasi
dapat diperoleh melalui pemberian penghargaan atas prestasi kerja,
kenaikan gaji atas dasar presatasi kerja, intensip atas dasar prestasi kerja,
dan pengakuan atas keberadaan karyawan di perusahaan.
5) Aktualisasi diri, yang
ditunjukan dengan kesempatan mengerahkan segala kemampuan, ketrampilan dan
sebagainya. Kebutuhan aktualisasi diri dalam perusahaan dapat diperoleh melalui
kesempatan pekerja untuk berprestasi, adanya dukungan bagi karyawan, peluang
karyawan untuk memberikan ide bagi kemajuan pekerjaan, dan peluang karyawan
untuk memberikan sumbang saran bagi kemajuan perusahaan.
5.
PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA
Benarkah
bahwa motivasi berpengaruh terhadap kinerja? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, dalam artikel ini penulis mencoba menyajikan secara jelas teori dari
beberapa ahli yang menyatakan bahwa motivasi memiliki pengaruh terhadap
kinerja. Dengan kata lain terdapat hubungan antara motivasi dengan kinerja.
Menurut Gagne (2005), Farida (2009), Ellis (2010), dan Tuan (2011), menegaskan
bahwa motivasi kerja karyawan merupakan suatu hal penting yang harus
diperhatikan para manajer perusahaan, karena motivasi kerja
dapat memberikan pengaruh
besar dan dasyat
dalam meningkatkan kinerja karyawan.
Tingkat
Motivasi kerja antara individu yang satu dengan yang lainnya tidak sama, karena
faktor-faktor yang mempengaruhi pun berbeda-beda dan dalam hal ini seorang manajer dituntut
untuk mampu mengidentifikasikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi
kerja karyawan, yaitu seperti :
kondisi kerja yang aman, keterlibatan
yang berarti dalam organisasi, penghargaan yang tulus oleh para manajer, budaya manajemen yang mengilhami
kepercayaan dan loyalitas, pekerjaan yang menantang, dan kerjasama dan pelatihan lintas
departemen (Soekiman dan Billy, 2013).
Davis (1985:484) dalam Mangkunegara (2009:13-14), faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja adalah faktor kemampuan (ability)
dan faktor motivasi (motivation).
a) Faktor Kemampuan (Ability). Secara psikologis,
kemampuan (ability) terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Pimpinan dan pegawai harus memiliki
pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan trampil dalam mengerjakan
pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.
b) Faktor Motivasi (Motivation). Motivasi diartikan sebagai suatu sikap
yang yang dimiliki pemimpin dan pegawai terhadap situasi kerja dilingkungan
organisasinya. Pegawai
akan menunjukan nilai positif atau negatif terhadap situasi kerjanya, dan semua
itu bisa memperlihatkan bagaimana tinggi rendahnya motivasi yang dimiliki
pimpinan dan pegawai.
Iqbal et all. (2012:47) dalam Shehach (2014:293), menyebutkan “employee’s
motivation and
their ability collectively participate into employee’s performance and in their
difficult tasks given by the manger are to purpose get maximum productivity.
Now a day’s researcher have more concerned with increase productivity,
perfection and working ability. Employee’s needs and wants having more
important in research history. Motivation
is the one of the most important term of psychology and most of mangers who
want maximum output and productivity. They tackle this is with a good way and
motivate their employee in batter way”
.
Simamora
(1995:500) dalam Mangkunegara (2009:14), kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1) Faktor individual yang
terdiri dari:
a. Kemampuan
dan keahlian
a. Latar
belakang
b. Demografi
2) Faktor
psikologis yang terdiri dari:
a. Persepsi
b. Attitude
c. Pembelajaran
d. Motivasi
3) Faktor organisasi yang terdiri
dari:
a. Sumber daya
b. Kepemimpinan
c. Penghargaan
d. Struktur
e. Job design
Aries
dan Ghozali, (2006:126), menyatakan motivasi adalah pemberian
dorongan-dorongan individu untuk bertindak yang menyebabkan orang tersebut berperilaku dengan cara tertentu yang mengarah pada tujuan. Pemberian motivasi merupakan salah satu tujuan agar karyawan yang diberi motivasi dapat bekerja sesuai dengan
acuan kerja dan tanggung jawab yang diberikan sehingga tujuan perusahaan dapat
tercapai dengan baik.
Robison
(2010:51) dalam Kiruja and Mukuru (2013:78), menyebutkan “motivated
employees feel less stress, enjoy their work, and as a result have better
physical and mental health Furthermore, motivated employees are more committed
to their institutions and show less insubordination and grievance. They are
also more creative, innovative, and responsive to customers, thus indirectly
contributing to the long-term success of the institution.
Samsudin (2005:166), menyebutkan bahwa
motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap
seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah
ditetapkan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai desakan yang alami untuk
memuaskan dan mempertahankan kehidupan.
Beberapa teori tersebut di atas menjelaskan bahwa motivasi
berpengaruh pada kinerja, di mana motivasi mampu mendorong individu atau
karyawan untuk lebih giat dalam berbuat atau bekerja. Hal ini dapat dimaknai
bahwa jika karyawan memiliki motivasi yang tinggi, maka kinerja pun akan
meningkat.
Selain
itu, dalam artikel ini penulis juga menyajikan beberapa contoh hasil penelitian
dari beberapa peneliti tentang pengaruh motivasi terhadap kinerja.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Soetopo (2005),
Harianto (2008), Hidayat (2009), dan Reza (2010), diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara motivasi terhadap
kinerja karyawan. Dijelaskan
pula bahwa jika karyawan memiliki
motivasi yang tinggi dan giat dalam bekerja, maka kinerja akan semakin tinggi.
Berdasarkan beberapa teori dari
beberapa ahli dan hasil beberapa penelitian yang dilakukan seperti yang telah
disebutkan di atas dapat dilihat bahwa motivasi berpengaruh pada kinerja,
khususnya kinerja karyawan.
Semoga artikel ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya para praktisi atau manajer perusahaan
untuk memperhatikan motivasi bagi karyawan atau bawahannya agar kinerja
karyawan dapat meningkat dalam usaha mencapai tujuan perusahaan.
Selain itu penulis berharap artikel
ini dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dan sumber rujukan bagi para praktisi
bidang akademik dan mahasiswa dalam bidang ilmu yang relevan.
DAFTAR
PUSTAKA
Aries, Ivan dan Imam Ghozali. 2006. Akuntansi Keperilakuan.Konsep
dan Kajian Empiris Perilaku Akuntan. Semarang: B.P. Universitas Diponegoro.
Chintalloo, S and Jyoti Devi Mahadeo. 2013. Effect of Motivation on Employees’ Work Performance at Ireland Blyth
Limited. Annual London
Business Research Conference Imperial College, London, UK. ISBN:
978-1-922069-28-3.
Ellis, Jason D. 2010. Varying
Influences of Motivation Factors on Employees' Likelihood To Perform Safe Food
Handling Practices Because of Demographic Differences. Journal of Food Protection. Vol.73.No.11.pp:2065-71.
Gagne,
Maryle’ne, et.all. 2005.
Self-Determination
Theory and Work Motivation. Journal of Organizational Behavior, Vol. 26, No.3,
pp: 331–362.
Feri, dkk. 2008. Pengaruh Stress Kerja, Motivasi
Kerja, dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Tenaga Kerja pada Proyek Mall
Yani Golf di Surabaya. Jurnal IPTEK, Vol.11,
No.3, pp: 360-371.
Hasibuan,
Malayu. S. P. 2006. Manajemen, Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasibuan,
Malayu. S. P. 2008. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: PT. BumiAksara.
Hidayat,
Felix. 2009. Motivasi Pekerja pada Proyek
Konstruksi di kota Bandung. Konferensi Nasional-Media Teknik Sipil,
Vol. IX, ISSN 1412-0976.
Kiruja and Elegwa Mukuru. 2013. Effect
of Motivation on Employee Performance In Public Middle Level Technical Training
Institutions In Kenya. Manajemen Jurnal,
Vol. 2, No. 4, pp: 73-82.
Mangkunegara,
Anwar Prabu.2009. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Reza,
Regina Aditya. 2010. Pengaruh
Gaya Kepempimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Sinar Santosa Perkasa Banjarnegara. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Robbins dan Judge. 2007. Perilaku
Organisasi. Buku
I. Jakarta: Salemba Empat.
Samsudin,
Sadili. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung:
Pustaka
Setia.
Soetopo, Iman S. 2005. Pengaruh
Motivasi Kerja dan Pengawasan Terhadap Kinerja Tukang pada Proyek Konstruksi
Bangunan Air. Tesis. Universitas Sultan Agung. Semarang.
Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan I. Jakarta: PT. Kencana
Media Group.
Tuan, Luu Trong. 2011. Convergence of Antecedents on Work
Motivation and Work Outcomes. Mediterranean Journal of Social Sciences. Vol.2.No.2.pp:54-56.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar