Kamis, 27 April 2017

MOTIVASI BERPENGARUH PADA KINERJA KARYAWAN


Motivasi berpengaruh pada kinerja karyawan
Motivasi 
                                                                            Img by pengertianku.net
           Motivasi berpengaruh pada kinerja karyawan. Apakah sebenarnya motivasi itu?Bagaimana motivasi dalam pengaruhnya pada kinerja karyawan? Secara umum kita ketahui dan kita rasakan, bahwa segala bentuk kegiatan yang dilakukan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan diperlukan suatu tenaga yang mampu mendorong individu atau pun kelompok tersebut sehingga dapat melakukan kegiatan itu. Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mengacu pada suatu tujuan tertentu.

Demikian pula dalam suatu organisasi atau perusahaan pasti memiliki suatu tujuan yang hendak dicapai. Cepat lambatlah suatu capaian tujuan perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor sumber daya manusia perusahaan yang dapat dinilai dari tingkat kinerja para karyawannya.

Tinggi rendahnya tingkat kinerja karyawan perusahaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah motivasi. Dengan demikian motivasi harus mendapat perhatian khusus dari setiap manajer perusahaan, karena motivasi dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Benarkah  motivasi dapat mempengaruhi kinerja karyawan?
         
      Dalam artikel kali ini penulis ingin memaparkan tentang motivasi mulai dari definisi motivasi, teori motivasi, prinsip-prinsip motivasi, dimensi pengukuran motivasi, dan pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan. Paparan materi dalam artikel ini tentunya mengacu pada beberapa teori yang disampaikan oleh beberapa ahli dan berdasarkan hasil penelitian oleh beberapa peneliti.
     
A. DEFINISI MOTIVASI
     
    Menurut Robbins dan Judge (2007:89), mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan.

Aries dan Ghozali (2006:126), menyebutkan bahwa  motivasi adalah pemberian dorongan-dorongan individu untuk bertindak yang menyebabkan orang tersebut berperilaku dengan cara tertentu yang mengarah pada tujuan.
    
   Vroom and Deci (1992:40) dalam Chintallo and Mahadeo (2013:5), menyebutkan “A person may want to satisfy the second need rather than the first one. Maslow said that gratification becomes as important concept in motivation as deprivation.  A person’s wants and needs priorities vary as such he may rank a need which is lower in the Maslow’s hierarchy of needs higher or vice versa and there may be more than five types of needs. Further to that, it has been said that when employees have satisfied the five level needs, they ought to be creative, innovative and productive.
   
   Hasibuan (2008:143), menyebutkan bahwa motivasi kerja adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Kegairahan kerja adalah kemauan dan kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan dan dengan mengetahui perilaku manusia, apa sebabnya orang mau bekerja, dan kepuasan-kepuasan apa yang dinikmatinya, maka seorang manajer akan lebih mudah memotivasi bawahan.
   
  Mangkuprawira dan Aida (2007:113), menyatakan motivasi diibaratkan sebagai jantungnya manajemen karyawan. Motivasi merupakan dorongan yang membuat karyawan melakukan sesuatu dengan cara dan untuk mencapai tujuan tertentu.       
    
   Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut di atas tentang motivasi, maka dapat dimaknai bahwa motivasi merupakan suatu keadaan atau keinginan yang ada dalam diri individu atau karyawan untuk merespon sejumlah pernyataan, sehingga tumbuh dorongan untuk berbuat atau bekerja lebih giat dalam usaha mencapai tujuan.

B. TEORI MOTIVASI

Pimpinan perusahaan merupakan sosok yang sangat berpengaruh pada peningkatan motivasi karyawan sebagai bawahannya, sehingga sudah semestinya setiap pimpinan perusahaan harus memahami tentang teori motivasi. Teori motivasi memberikan arahan kepada kita dalam  mengidentifikasi apa yang dapat memotivasi karyawan dalam bekerja, bagaimana membina hubungan perilaku kerja dengan suatu motivasi, dan memahami mengapa karyawan perlu dimotivasi untuk memiliki prestasi kerja yang  tinggi dan semakin meningkat.

Oleh karena itu sudah selayaknya seorang pimpinan harus memahami teori motivasi dan berikut ini adalah beberapa teori tentang motivasi.

Menurut Sutrisno (2009:130), menyatakan bahwa teori motivasi dikelompokkan dalam dua aspek, yaitu teori kepuasan dan teori proses.

1. TEORI  KEPUASAN

Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilakunya.

Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan dan mendorong semangat kerja kerja seseorang. Kebutuhan dan pendorong itu adalah keinginan untuk memenuhi kepuasan material maupun non material yang diperolehnya dari hasil pekerjaannya.

Kebutuhan dan kepuasan yang semakin terpenuhi, maka semangat bekerjanya pun akan semakin baik pula, dan pada dasarnya teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan bertindak untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasannya, di mana semakin tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan, semakin giat orang itu bekerja. Tinggi atau rendahnya tingkat kebutuhan dan kepuasan yang ingin dicapai seseorang mencerminkan semangat bekerja orang tersebut. Teori kepuasan tersebut dipelopori oleh Maslow, McClelland, Herzberg, Alderfer dan McGregar dalam Sutrisno (2009:124).

1)  Taylor dengan Teori Motivasi Konvensional

Teori motivasi konvensional ini termasuk content theory, karena Taylor memfokuskan teorinya pada anggapan bahwa keinginan untuk pemenuhan kebutuhannya yang menyebabkan orang mau bekerja keras. Teori ini menyebutkan bahwa seseorang akan berbuat atau tidak berbuat didorong oleh ada atau tidak adanya imbalan yang akan diperoleh yang bersangkutan, oleh karena itu, seorang pemimpin haruslah berusaha memberikan imbalan yang berbentuk materi, agar bawahannya bersedia diperintah melakukan pekerjaan yang telah ditentukan. Jika imbalan ini bertambah, maka intensitas pekerjaan pun akan dapat dipacu, sehingga dalam teori ini pemberian imbalanlah yang memotivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan (Sutrisno, 2009:131).

2)     Maslow dengan teori Hierarkhi

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow (Greenberg dan Baron, 1997), dalam Mangkunegara (2009:63) dan Hasibuan (2008:105), mengemukakan bahwa kebutuhan manusia ini dapat diklasifikasikan ke dalam lima hierarki kebutuhan  yaitu sebagai berikut :

a) Kebutuhan fisiologis (physiological). Kebutuhan untuk mempertahankan hidup ini disebut juga kebutuhan psikologis (physiological needs) yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidap dari kematian. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar, seperti  kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernafas, seksual, dan sebagainya yang dapat diperoleh melalui pemberian gaji, bonus, fasilitas perumahan, dan sebagainya.

b) Kebutuhan rasa aman (safety). Menurut Maslow, setelah kebutuhan tingkat dasar terpenuhi, maka seseorang berusaha memenuhi kebutuhannya yang lebih tinggi yaitu kebutuhan rasa aman dan keselamatan. Kebutuhan ini seperti kebutuhan keamanan kerja, tunjangan kesehatan, pension, perlengkapan kerja, dan sebagainya.

c) Kebutuhan hubungan sosial (affiliation). Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat ketiga dari Maslow. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk hidup bersama orang lain, kebutuhan untuk rasa memiliki, kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai oleh orang lain dalam hidup di masyarakat.

d) Kebutuhan pengakuan (estern). Setiap orang yang normal membutuhkan adanya penghargaan diri dan penghargaan prestise diri dari lingkungannya, dimana semakin tinggi status dan kedudukan seseorang dalam perusahaan, maka semakin tinggi pula kebutuhan akan prestise diri. Kebutuhan pengakuan ini di peroleh misalnya dengan mendapatkan pengakuan dan penghargaan atas prestasi kerjanya dari pimpinan dan perusahaan.
  
e) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization). Kebutuhan aktualisasi diri merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi dan untuk memenuhi kebutuhan puncak ini biasanya seeorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi karena kesadaran dan keinginan diri sendiri. Kebutuhan aktualisasi diri dapat diperoleh melalui adanya kesempatan untuk memberikan ide, saran, dan masukan berdasarkan kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya.
    
3)  McClelland dalam Teori Motivasi Berprestasi

Menurut McClelland dalam Sutrisno (2009:139), terdapat tiga komponen dasar yang dapat digunakan untuk  memotivasi orang bekerja, yaitu : 1)Need of achievement, 2)Need of affiliation , dan 3)Need of power.

1)  Need of achievement, merupakan kebutuhan untuk meraih sukses, yang diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini berhubungan dengan pekerjaan, dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu.

2)  Need of affiliation, merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain.

3)  Need of power, kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi terhadap orang lain. Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau kurang memperdulikan perasaan orang lain dan lebih lanjut dijelaskan pada kehidupan sehari-hari.

Ketiga kebutuhan tersebut dalam kehidupan sehari-hari akan selalu muncul pada tingkah laku individu, hanya kekuatannya tidak sama antara kebutuhan-kebutuhan itu pada diri seseorang.

Menurut Mangkunegara (2011:68), bahwa ketiga kebutuhan tersebut disebut sebagi “virus mental” yang ada pada diri seseorang. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang mampu mencapai prestasinya secara maksimal.

4)  Herzberg dalam Teori Model dan Faktor.

Menurut Sutrisno (2009:142-143), teori ini merupakan pengembangan dari teori hierarki kebutuhan Maslow. Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu: a)faktor pemeliharaan ((maintanance factor) dan b) faktor motivasi (motivation factor).

a). Faktor Pemeliharaan ((Maintanance Factor)

Faktor pemeliharaan disebut juga hygine factor, merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Faktor pemeliharaan adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakekat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus karena kebutuhan ini merupakan akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi, misalnya orang lapar akan makan, kemudian lapar lagi, lalu makan lagi, dan seterusnya.

Faktor-faktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervise yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas, dan macam-macam tunjangan lainnya dan hilangnya faktor-faktor pemeliharaan ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absennya karyawan, bahkan dapat menyebabkan banyak karyawan yang keluar.  Faktor-faktor pemeliharaan bukanlah merupakan motivasi bagi karyawan, tetapi merupakan keharusan yang harus diberikan pimpinan kepada mereka demi kesehatan dan kepuasan bawahan.

b)Faktor Motivasi (Motivation Factor)

Faktor pemuas yang disebut juga motivator, merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan (intrinsik). Faktor motivator mencakup:
1)  kepuasan kerja;
2)  prestasi yang diraih;
3)  peluang untuk maju;
4)  pengakuan dari orang lain;
5)  kemungkinan pengembangan karier, dan
6)  tanggung jawab.

Faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis seseorang akan perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya kursi yang enak, ruangan yang nyaman, penempatan yang tepat, dan sebagainya. Berdasarkan teori ini bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus diusahakan sedemikian rupa agar kedua faktor ini (faktor pemeliharaan dan faktor motivasi)  dapat terpenuhi.

5)  Alderfer dengan Teori ERG

Alderfer dalam Sutrisno (2009: 147-149), mengemukakan teori-teorinya dengan nama teori ERG (Existence, Relatedness, Growth). Teori ini merupakan modifikasi dari teori hierarki Malsow dan dimaksudkan untuk memperbaiki beberapa kelemahan teori Maslow.

Teori ini memodifikasi dan memanfaatkan kelima tingkat kebutuhan Maslow menjadi tiga macam kebutuhan saja dan setiap orang perlu memenuhi tiga kebutuhan tersebut dengan sebaik-baiknya, yaitu :

a). Existence (Keberadaan). Existence merupakan kebutuhan seseorang untuk dapat dipenuhi dan terpeliharanya keberadaan yang bersangkutan sebagai seorang manusia ditengah-tengah masyarakat atau perusahaan. Existence ini meliputi kebutuhan psikologi (rasa lapar, haus, tidur) dan kebutuhan rasa aman, oleh karena kebutuhan ini amat mendasar untuk dipenuhi dengan sebaik-baiknya, agar konsentrasi pikiran dan perhatian karyawannya terpusat untuk melaksanakan pekerjaan.

b). Relatedness (Kekerabatan). Kekerabatan merupakan keterkaitan antara seseorang dengan lingkungan sosial sekitarnya. Setiap orang dalam hidup dan pekerjaannya selalu berhubungan dengan orang, sehingga dalam teori kekerabatan mencakup semua kebutuhan yang melibatkan hubungan seseorang dengan orang lain. Individu-individu akan terlibat dalam kegiatan saling menerima, pemberian pengertian, dan sebagainya yang merupakan proses kekerabatan. Kebutuhan ini sebanding dengan kebutuhan rasa aman, kebutuhan social dan sebagai kebutuhan prestise, dalam teori Maslow. Seorang pemimpin yang mempunyai bawahan haruslah memperhatikan kebutuhan kekerabatan ini yang terdapat pada diri setiap orang, dan berupaya untuk memenuhinya dengan semampunya.

c).Growth (Pertumbuhan). Kebutuhan akan pertumbuhan dan perkembangan ini merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan potensi diri seseorang, seperti pertumbuhan kreativitas dan pribadi. Kebutuhan ini sebanding dengan kebutuhan harga diri dan perwujudan diri dan dalam kebutuhan pertumbuhan akan dikombinasikan kedua kebutuhan ini, walaupun dilihat dari kebutuhan masing-masing yang sangat berbeda, tetapi fokus perhatian dan perkembangan, sehingga cara pengkombinasian ini dapat diterima. Kebutuhan yang terpenuhi maka pribadi yang bersangkutan akan mendorong dirinya untuk secara penuh mengembangkan kapasitas pribadinya.

6)  McGregor dengan Teori X dan Y

Menurut Sutrisno (2009:151-152), terdapat dua cara yang dapat dilakukan dalam mendalami perilaku manusia, yang terkandung dalam teori X (Teori Konvensional) dan Teori Y (Teori Potensial). Prinsip teori X didasarkan pada pola pikir konvensional yang ortodoks, dan menyorot sosok negatif perilaku manusia.

Teori ini  memandang manusia dengan kaca mata gelap dan buram, yang menganggap manusia itu :
a)  Malas dan tidak suka bekerja;
b)  Kurang bisa bekerja keras, menghindar dari tanggung jawab;
c)  Mementingkan diri sendiri, dan tidak mau peduli pada orang lain, karena itu bekerja suka dituntun dan diawasi;
d)  Kurang suka menerima perubahan, dan ingin tetap seperti yang dahulu.

Prinsip umum teori Y sangat jauh berbeda dengan teori X. Teori ini dapat dikatakan merupakan suatu revolusi pola pikir dalam memandang manusia secara optimis, karena itu disebut sebagai potensial dan teori Y memandang manusia itu pada dasarnya :
a) Rajin, aktif, dan mau mencapai prestasi bila kondisi konduktif;
b) Sebenarnya mereka dapat produktif perlu dimotivasi;
c) Dapat berkembang bila diberi kesempatan yang lebih besar

Kesimpulan dari teori X dan Y adalah sebagai berikut :
a) Kedua teori ini pada dasarnya memang berlaku dan dapat kita terima dalam memandang manusia, tipe-tipe perilaku yang cocok dengan kedua teori tersebut.
b) Pemimpin dalam memberi motivasi kepada bawahan harus mempunyai kualifikasi bawahan, apakah mereka tipe X atau tipe Y, manusia bertipe X memerlukan gaya kepemimpinan otoriter, sedangkan manusia Y memerlukan gaya kepemimpinan partisipatif.


2. TEORI  MOTIVASI  PROSES

Teori proses pada dasarnya adalah berusaha untuk menjawab sebuah pertanyaan tentang bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku individu agar setiap individu dapat bekerja dengan giat sesuai dengan keinginan manajer perusahaan.

Menurut Sutrisno (2009:153), mengungkapkan bahwa teori proses ini berlawanan dengan teori-teori kebutuhan seperti yang diuraikan di atas, teori-teori proses memusatkan perhatiannya pada bagaimana motivasi terjadi.

Teori motivasi proses terdiri dari teori harapan, teori keadilan, dan teori pengukuhan.
a)  Teori Harapan (Expectacy Theory), menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang bekerja giat akan melaksanakan pekerjaannya tergantung pada hubungan timbal balik apa yang ia inginkan dengan kebutuhan dari hasil pekerjaan itu dan berapa besar ia yakin perusahaan akan memberikan pemuasan bagi keinginan sebagai imbalan atas usaha yang dilakukannya itu.

b) Teori Keadilan (Equity Theory) menekankan bahwa ego manusia selalu mendambakan keadilan dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif sama dan bagaimana perilaku bawahan dinilai oleh atasan akan mempengaruhi semangat kerja mereka.

c) Teori pengukuhan (Reinforcement Theory), didasarkan atas hubungan sebab dan akibat perilaku dengan pemberian kompensasi, misalnya promosi bergantung pada prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok bergantung pada tingkat produksi kelompok itu. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilkau itu. Teori pengukuhan terdiri dari dua jenis yaitu pengukuhan positif dan pengukuhan negatif.

Teori proses ini hanya akan bermanfaat apabila manajer telah betul-betul mengenal bawahan dan kepribadian individual mereka, dan kadang-kadang hal ini tidak mudah terlebih bagi karyawan yang mengalami ketidakadilan di masa lalu atau kebutuhan keamanannya tidak terpenuhi, lambat mempercayai manajer, dan mengungkapkan imbalan apa yang paling bervalensi bagi mereka. Kelemahan teori ini dapat diatasi, jika para manajer secara cermat menetapkan standard yang jelas atas kinerja yang dapat diterima dan sistem imbalan ekstrinsik yang pantas (Sutrisno, 2009:158).

3. PRINSIP-PRINSIP MOTIVASI

Pemberian motivasi kerja pada karyawan merupakan hal penting. Faktor-faktor pengaruh motivasi antara karyawan satu dengan yang lain mungkin saja berbeda-beda dan dalam hal ini seorang pimpinan perlu memperhatikan beberapa prinsip dalam memberikan motivasi kepada bawahan, sehingga usaha tersebut dapat berhasil efektif.

Menurut Hasibuan (2006:108), menyatakan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi pegawai yaitu:
1) Hal –hal yang mendorong pegawai adalah “pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya itu.”

2) Hal-hal yang mengecewakan pegawai adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan, dan lain-lainnya.

3) Pegawai kecewa, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Pegawai akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

Menurut Mangkunegara (2009:61-62), terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan diantaranya yaitu :

1)  Prinsip partisipasi
Pemimpin dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpatisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.

2)  Prinsip komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

3)  Prinsip mengakui andil bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bahawan (pegawai) mempunyai andil didalam usaha pencapaian tujuan dan dengan pengakuan tersebut pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

4)  Prinsip pendelegasian wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

5)  Prinsip memberi perhatian
Pemimpin yang memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan akan memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin.

4. DIMENSI PENGUKURAN MOTIVASI

Dimensi pengukuran motivasi ada bermacam-macam dan dalam artikel ini penulis memberikan salah satu contoh dimensi pengukuran motivasi, yaitu mengacu pada teori Maslow dalam Hasibuan (2008:105).

Motivasi kerja dipengaruhi oleh lima kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri yang kemudian dari faktor-faktor tersebut diturunkan menjadi indikator-indikator untuk mengetahui tingkat motivasi kerja karyawan, yaitu sebagai berikut :

1)  Fisiologis, yang ditunjukkan dengan pemberian gaji, bonus, waktu istirahat yang cukup, fasilitas perumahan, dan sebagainya. Kebutuhan fisiologis dalam organisasi dapat diperoleh melalui kesesuaian gaji dengan kebutuhan, pemberian bonus dan gaji tambahan, adanya waktu istirahat yang cukup, dan adanya tunjangan tempat tinggal yang layak.

2) Keamanan, yang ditunjukkan dengan jaminan keamanan, tunjangan kesehatan, perlengkapan atau fasilitas kerja, tunjangan pension, dan sebagainya. Kebutuhan keamanan dalam organisasi dapat diperoleh melalui jaminan keamanan yang memadai, tunjangan kesehatan yang baik, fasilitas kerja yang baik, dan tunjangan hari tua/pesangon yang sesuai dengan pengabdian kerja.

3) Sosial, yang ditunjukkan melalui interaksi dengan orang lain dan kelompok. Kebutuhan sosial dalam organisasi dapat diperoleh dengan adanya hubungan kerja antara sesama rekan baik, kerja sama team saling mendukung, perlakuan sesama rekan di luar lingkungan kerja baik, dan adanya kegiatan bakti sosial di masyarakat.  

4) Penghargaan, yang ditunjukkan dengan adanya pengakuan dan penghargaan atas prestasi kerja. Kebutuhan penghargaan dalam organisasi dapat diperoleh melalui pemberian penghargaan atas prestasi kerja, kenaikan gaji atas dasar presatasi kerja, intensip atas dasar prestasi kerja, dan pengakuan atas keberadaan karyawan di perusahaan.

5) Aktualisasi diri, yang ditunjukan dengan kesempatan mengerahkan segala kemampuan, ketrampilan dan sebagainya. Kebutuhan aktualisasi diri dalam perusahaan dapat diperoleh melalui kesempatan pekerja untuk berprestasi, adanya dukungan bagi karyawan, peluang karyawan untuk memberikan ide bagi kemajuan pekerjaan, dan peluang karyawan untuk memberikan sumbang saran bagi kemajuan perusahaan.

5. PENGARUH MOTIVASI  TERHADAP KINERJA

Benarkah bahwa motivasi berpengaruh terhadap kinerja? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dalam artikel ini penulis mencoba menyajikan secara jelas teori dari beberapa ahli yang menyatakan bahwa motivasi memiliki pengaruh terhadap kinerja. Dengan kata lain terdapat hubungan antara motivasi dengan kinerja.

Menurut Gagne (2005),  Farida (2009),  Ellis (2010), dan Tuan (2011), menegaskan bahwa motivasi kerja karyawan merupakan suatu hal penting yang harus diperhatikan para manajer perusahaan, karena motivasi kerja dapat memberikan pengaruh besar dan dasyat dalam meningkatkan kinerja karyawan.

Tingkat Motivasi kerja antara individu yang satu dengan yang lainnya tidak sama, karena faktor-faktor yang mempengaruhi pun berbeda-beda dan dalam hal ini seorang manajer dituntut untuk mampu mengidentifikasikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan, yaitu seperti : kondisi kerja yang aman,  keterlibatan yang berarti dalam organisasi, penghargaan yang tulus oleh para manajer, budaya manajemen yang mengilhami kepercayaan dan loyalitas, pekerjaan yang menantang, dan kerjasama dan pelatihan lintas departemen (Soekiman dan Billy, 2013).

     Davis (1985:484) dalam Mangkunegara (2009:13-14), faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

a) Faktor Kemampuan (Ability). Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Pimpinan dan pegawai harus memiliki pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan trampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

b)  Faktor Motivasi (Motivation). Motivasi diartikan sebagai suatu sikap yang yang dimiliki pemimpin dan pegawai terhadap situasi kerja dilingkungan organisasinya. Pegawai akan menunjukan nilai positif atau negatif terhadap situasi kerjanya, dan semua itu bisa memperlihatkan bagaimana tinggi rendahnya motivasi yang dimiliki pimpinan dan pegawai.

Iqbal et all. (2012:47) dalam Shehach (2014:293), menyebutkan “employee’s motivation and their ability collectively participate into employee’s performance and in their difficult tasks given by the manger are to purpose get maximum productivity. Now a day’s researcher have more concerned with increase productivity, perfection and working ability. Employee’s needs and wants having more important in research history. Motivation is the one of the most important term of psychology and most of mangers who want maximum output and productivity. They tackle this is with a good way and motivate their employee in batter way .

Simamora (1995:500) dalam Mangkunegara (2009:14), kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1)   Faktor individual yang terdiri dari:
a.  Kemampuan dan keahlian
a.  Latar belakang
b.  Demografi

2)    Faktor psikologis yang terdiri dari:
a.  Persepsi
b.  Attitude
c.   Pembelajaran
d.  Motivasi

3)  Faktor organisasi yang terdiri dari:
a.  Sumber daya
b.  Kepemimpinan
c.   Penghargaan
d.  Struktur
e.  Job design

Aries dan Ghozali, (2006:126), menyatakan motivasi adalah pemberian dorongan-dorongan individu untuk bertindak yang menyebabkan orang tersebut berperilaku dengan cara tertentu yang mengarah pada tujuan. Pemberian motivasi merupakan salah satu tujuan agar karyawan yang diberi motivasi dapat bekerja sesuai dengan acuan kerja dan tanggung jawab yang diberikan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik.

Robison (2010:51) dalam Kiruja and Mukuru (2013:78), menyebutkan “motivated employees feel less stress, enjoy their work, and as a result have better physical and mental health Furthermore, motivated employees are more committed to their institutions and show less insubordination and grievance. They are also more creative, innovative, and responsive to customers, thus indirectly contributing to the long-term success of the institution.

Samsudin (2005:166), menyebutkan bahwa motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan mempertahankan kehidupan.

Beberapa teori tersebut di atas menjelaskan bahwa motivasi berpengaruh pada kinerja, di mana motivasi mampu mendorong individu atau karyawan untuk lebih giat dalam berbuat atau bekerja. Hal ini dapat dimaknai bahwa jika karyawan memiliki motivasi yang tinggi, maka kinerja pun akan meningkat.  

Selain itu, dalam artikel ini penulis juga menyajikan beberapa contoh hasil penelitian dari beberapa peneliti tentang pengaruh motivasi terhadap kinerja.  

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Soetopo (2005), Harianto (2008), Hidayat (2009), dan Reza (2010), diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara motivasi terhadap kinerja karyawan. Dijelaskan pula bahwa jika karyawan memiliki motivasi yang tinggi dan giat dalam bekerja, maka kinerja akan semakin tinggi.

Berdasarkan beberapa teori dari beberapa ahli dan hasil beberapa penelitian yang dilakukan seperti yang telah disebutkan di atas dapat dilihat bahwa motivasi berpengaruh pada kinerja, khususnya kinerja karyawan.

Semoga artikel ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya para praktisi atau manajer perusahaan untuk memperhatikan motivasi bagi karyawan atau bawahannya agar kinerja karyawan dapat meningkat dalam usaha mencapai tujuan perusahaan.

Selain itu penulis berharap artikel ini dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dan sumber rujukan bagi para praktisi bidang akademik dan mahasiswa dalam bidang ilmu yang relevan.


DAFTAR PUSTAKA

Aries, Ivan dan Imam Ghozali. 2006. Akuntansi Keperilakuan.Konsep dan Kajian Empiris Perilaku Akuntan. Semarang: B.P. Universitas Diponegoro.

Chintalloo, S and Jyoti Devi Mahadeo. 2013. Effect of Motivation on Employees’ Work Performance at Ireland Blyth Limited. Annual London Business Research Conference Imperial College, London, UK. ISBN: 978-1-922069-28-3.

Ellis, Jason D. 2010. Varying Influences of Motivation Factors on Employees' Likelihood To Perform Safe Food Handling Practices Because of Demographic Differences. Journal of Food Protection. Vol.73.No.11.pp:2065-71.

Gagne, Maryle’ne, et.all. 2005. Self-Determination Theory and Work Motivation. Journal of Organizational Behavior, Vol. 26, No.3, pp: 331–362.

Feri, dkk. 2008. Pengaruh Stress Kerja, Motivasi Kerja, dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Tenaga Kerja pada Proyek Mall Yani Golf di Surabaya. Jurnal IPTEK, Vol.11, No.3, pp: 360-371.

Hasibuan, Malayu. S. P. 2006. Manajemen, Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasibuan, Malayu. S. P. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. BumiAksara.

Hidayat, Felix. 2009. Motivasi Pekerja pada Proyek Konstruksi di kota Bandung. Konferensi Nasional-Media Teknik Sipil, Vol. IX,  ISSN 1412-0976.

Kiruja and Elegwa Mukuru. 2013. Effect of Motivation on Employee Performance In Public Middle Level Technical Training Institutions In Kenya. Manajemen Jurnal, Vol. 2, No. 4, pp: 73-82.

Mangkunegara, Anwar Prabu.2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Reza, Regina Aditya. 2010. Pengaruh Gaya Kepempimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Sinar Santosa Perkasa Banjarnegara. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Robbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi. Buku I. Jakarta: Salemba Empat.

Samsudin, Sadili. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia.

Soetopo, Iman S. 2005. Pengaruh Motivasi Kerja dan Pengawasan Terhadap Kinerja Tukang pada Proyek Konstruksi Bangunan Air. Tesis. Universitas Sultan Agung. Semarang.

Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan I. Jakarta: PT. Kencana Media Group.

Tuan, Luu Trong. 2011. Convergence of Antecedents on Work Motivation and Work Outcomes. Mediterranean Journal of Social Sciences. Vol.2.No.2.pp:54-56. 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar