Disiplin Kerja |
Dalam
artikel ini akan membahas salah satu variabel penelitian dalam kaitannya dengan
bidang ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia yaitu variabel disiplin kerja. Selanjutnya
dalam artikel ini dipaparkan bahwa variabel disiplin kerja secara teori mampu berpengaruh
kepada kinerja karyawan yang kemudian didukung oleh beberapa penelitian.
Sikap dan tindakan disiplin merupakan
bagian dari fungsi operasional Manajeman Sumber Daya Manusia (MSDM) yang sangat
penting. Hal ini mengingat karena sikap disiplin karyawan yang semakin baik, maka karyawan akan semakin taat dan patuh pada
peraturan-peraturan perusahaan. Selain itu karyawan akan bertanggung jawab semaksimal mungkin pada
pekerjaannya dan sebaliknya apabila sikap disiplin karyawan buruk, maka sikap bertanggung jawab karyawan pada
pekerjaannya pun semakin berkurang.
A.
Pengertian dan
Teori Disiplin Kerja
Menurut Hasibuan (2009:193), disiplin kerja merupakan kesadaran dan kerelaan
seseorang dalam menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang
berlaku.
Mangkuprawira dan Aida (2007:122), menyatakan
kedisiplinan karyawan adalah sifat seorang karyawan yang secara sadar mematuhi
aturan dan peraturan organisasi tertentu. Kedisplinan sangat mempengaruhi
kinerja karyawan dan perusahaan. Kedisiplinan seharusnya dipandang sebagai
bentuk latihan bagi karyawan dalam melaksanakan aturan-aturan perusahaan,
karena semakin disiplin semakin tinggi produktivitas kerja karyawan dan kinerja
perusahaan.
Grote
(1995:33) dalam Chirasha (2013:219), menyebutkan ”in analyzing the relationship between
discipline and performance, come up with a Performance Assessment Guide (PAG)
which stresses emphasis on a number of factors, first the guide emphasizes that
the organizations need to make sure that job standards are communicated,
employee receives feedback on performance and job standards are achieved. The
guide stresses emphasis on the notion that if job standards are achieved then
an employee is liable to continuously receive feedback on performance, if not
it is the duty of the supervisor to investigate reasons. After investigation
action plan may be developed, implemented and or modified, in this case
discipline may be imposed. Examples of performance problems include poor
productivity, inability to perform task responsibilities, lack of knowledge,
skills, abilities in area of responsibility, and inability to meet performance
standards and or expectations. Problems such as these are not always completely
within the employee’s
control. It is incumbent upon the supervisor to play an active role in
assisting the employee to meet the minimum requirements of the position through
performance management”.
Singodimejo (2000:60) dalam Sutrisno (2009:90), menyatakan bahwa disiplin adalah sikap kesediaan dan
kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati norma-norma peraturan yang
berlaku di sekitarnya.
Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan
disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian
tujuan perusahaan.
Berdasarkan beberapa pengertian disiplin
kerja yang dikemukakan oleh beberapa ahli, maka disiplin kerja merupakan sikap kesadaran, kerelaan dan kesedian seseorang dalam
mematuhi
dan menaati peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku di lingkungan sekitar.
B. Bentuk- Bentuk Disiplin Kerja
Disiplin Kerja Karyawan |
Penerapan sikap
disiplin kerja harus diberlakukan secara adil dan mencakup keseluruhan karyawan
tanpa kecuali dan begitu pun pada tindakan sanksi atau hukuman bagi karyawan
yang melanggar aturan dalam disiplin kerja. Aturan dalam disiplin kerja
memiliki bermacam-macam bentuk. Menurut Siagian (2008:305), jenis disiplin kerja dalam organisasi ada dua
yaitu :
1) Disiplin
preventif.
Disiplin
bersifat preventif adalah tindakan yang mendorong pada pegawai untuk taat
kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah
ditetapkan yang artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola, sikap,
tindakan dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi diusahakan
pencegahan jangan sampai para pegawai berperilaku negatif. Keberhasilan
penerapan disiplin preventive terletak pada pribadi para anggota organisasi.
Beberapa upaya manajemen agar disiplin semakin kokoh
yaitu sebagai berikut :
a)
Para
anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki organisasi,
karena segala logika seorang tidak akan merusak sesuatu yang menjadi nilainya.
b)
Para
pegawai perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati
dan standar yang harus dipenuhi, di mana penjelasan tersebut seyogyanya
disertai informasi yang lengkap mengenai latar belakang ketentuan yang bersifat
normatif.
c)
Para
pegawai didorong menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam rangka
ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi.
2) Disiplin
Korektif.
Disiplin
korektif adalah jika pegawai yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas
ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah
ditetapkan, kepadanya dikenakan sanksi disipliner dan berat atau ringannya
suatu sanksi tentunya tergantung pada bobot pelanggaran yang telah terjadi.
Pengenaan sanksi biasanya mengikuti prosedur yang sifatnya hirarki, artinya
pengenaan sanksi diprakarsai oleh atasan langsung pegawai yang bersangkutan,
diteruskan kepada pimpinan yang lebih tinggi dan keputusan akhir pengenaan
sanksi tersebut diambil oleh pejabat pimpinan yang berwewenang.
Prosedur tersebut ditempuh dengan cara dua maksud,
yaitu bahwa pengenaan sanksi dilakukan secara objektif dan sifat sanksi sesuai
dengan bobot pelanggaran yang dilakukan. Pengenaan sanksi harus pula bersifat
mendidik dalam arti agar terjadi perubahan sikap dan perilaku di masa mendatang
dan bukan terutama menghukum seseorang karena tindakannya di masa lalu.
Pengenaan sanksi pun harus mempunyai nilai pelajaran dalam arti mencegah orang
melakukan pelanggaran yang serupa. Pihak manajemen harus mampu menerapkan
berbagai ketentuan yang berlaku secara efektif dan tidak hanya sekedar
merupakan pernyataan di atas kertas.
Bentuk disiplin yang baik akan tercermin
pada suasana kerja yaitu
sebagai berikut :
1)
Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap
pencapaian tujuan perusahaan.
3)
Tingginya semangat dan gairah kerja dan
inisiatif para karyawan dalam melakukan pekerjaan.
4)
Besarnya rasa tanggung jawab para karyawan
untuk melaksanakan tugas dengan sebaik baiknya.
5)
Berkembangnya rasa memiliki dan rasa
solidaritas yang tinggi dikalangan karyawan.
6)
Meningkatnya efisiensi dan produktivitas
kerja para karyawan
C.
Pendekatan
dalam Penerapan Disiplin
Kerja
Penerapan sikap disiplin kerja pada karyawan tidak
selalu berjalan baik dan sesuai dengan harapan manajemen perusahaan, namun
sering terjadi beberapa kendala, oleh karena itu disiplin kerja karyawan sangat penting dikenali dan
dipahami oleh manajer perusahaan, agar masalah-masalah dalam penerapan disiplin
kerja karyawan dapat segera diidentifikasi dan ditindak lanjuti penyelesaiannya
dengan cepat dan tepat. Penerapan disiplin kerja dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan.
Menurut
Rivai (2011:287), beberapa
pendekatan dalam disiplin kerja dapat dilakukan dengan 3 konsep, yaitu : 1)
aturan tungku panas, 2). tindakan
disiplin progresif, dan 3). tindakan
disiplin positif.
1) Aturan
tungku panas,
Aturan
tungku panas yaitu pendekatan untuk melaksanakan tindakan
disipliner haruslah memiliki konsekuensi yang analog dengan menyentuh sebuah
tungku panas yaitu:
a). Membakar dengan segera. Tindakan disiplin akan diambil dan tindakan itu harus dilaksanakan segera
sehingga individu memahami alasan tindakan tersebut dan berlalunya waktu, orang memiliki tendensi
meyakinkan mereka sendiri bahwa dirinya tidak salah yang cenderung sebagian
menghapuskan efek-efek disipliner yang terdahulu.
b). Harus dilaksanakan segera dan berlalunya waktu, orang memiliki tendensi
meyakinkan mereka sendiri bahwa dirinya tidak salah yang cenderung sebagian
menghapuskan efek disipliner yang terdahulu.
c). Memberi peringatan, di mana hal ini penting untuk
memberikan peringatan sebelumnya bahwa hukuman akan mengikuti perilaku yang
tidak dapat diterima. Seseorang
yang bergerak
semakin dekat dengan tungku panas, seseorang diperingatkan oleh panasnya tungku tersebut
akan terbakar jika menyentuhnya, oleh karena itu ada kesempatan menghindari
terbakar jika memilih demikian.
d). Memberikan hukuman yang konsisten. Tindakan disiplin harus konsisten ketika
setiap orang melakukan tindakan yang sama akan dihukum sesuai dengan hukum yang
berlaku. Hukuman yang
konsisten sama seperti pada tungku panas, setiap orang yang
menyentuhnya dengan tingkat tekanan yang sama, dan pada periode waktu yang sama akan terbakar pada tingkat yang sama
pula.
e). Membakar tanpa membeda-bedakan. Tindakan disipliner harusnya tidak
membeda-bedakan. Tungku panas akan membakar setiap orang yang menyentuhnya tanpa memilih-milih.
2) Tindakan
disiplin progresif
Tindakan
disiplin progresif yaitu dimaksudkan untuk memastikan bahwa terdapat
hukuman minimal yang tepat terhadap setiap pelanggaran dan tujuan tindakan ini adalah membentuk
program disiplin yang berkembang, mulai dari hukuman yang ringan hingga yang
sangat keras. Disiplin progresif
dirancang untuk memotivasi karyawan agar mengoreksi kekeliruannya secara
sukarela. Penggunaan tindakan
ini meliputi serangkaian pertanyaan mengenai kerasnya pelanggaran. Pedoman yang dianjurkan untuk tindakan
disipliner bagi pelanggaran yang membutuhkan yaitu pertama suatu peringatan
lisan, kedua suatu peringatan tertulis dan ketiga terminasi : a). kelalaian dalam pelaksanaan
tugas-tugas, b). ketidakhadiran
kerja tanpa izin, dan c).inefisiensi
dalam pelaksanaan pekerjaan.
Pelanggaran
yang membutuhkan suatu peringatan tertulis dan selanjutnya terminasi : a). tidak berada ditempat kerja, b). kegagalan melapor kerja satu
atau dua hari berturut-turut,
c). kecerobohan
dalam pemakaian properti perusahaan. Pelanggaran
yang langsung membutuhkan pemecatan diantaranya adalah : a). pencurian ditempat kerja, b). perkelahian ditempat kerja, c). pemalsuan kartu jam hadir
kerja, dan d). kegagalan
melapor kerja tiga hari berturut-turut tanpa pemberitahuan.
3) Tindakan
disiplin positif
Tindakan
disiplin positif yaitu dimaksudkan untuk menutupi kelemahan yang
sudah dijelaskan sebelumnya, mendorong para karyawan memantau perilaku mereka
sendiri dan memikul tanggung jawab atas konsekuensi dari tindakan mereka. Disiplin positif bertumpukan pada konsep
bahwa karyawan harus memikul tanggung jawab atas tingkah laku pribadi mereka,
dan persyaratan pekerjaan. Persyaratan
yang perlu bagi disiplin positif adalah komunikasi, persyaratan pekerjaan, dan peraturan kepada para karyawan.
D. Sanksi Pelanggaran Kerja
Sanksi
pelanggaran kerja diberlakukan adil dan merata pada setiap individu atau
karyawan dalam perusahaan. Bentuk pelanggaran kerja dapat berupa ucapan, tulisan, dan perbuatan yang dilakukan oleh setiap individu atau karyawan.
Menurut Rivai (2011:227), terdapat beberapa
tingkatan dan jenis sanksi pelanggaran kerja dalam suatu organisasi atau perusahaan yaitu :
a). Sanksi pelanggaran ringan dengan jenis
seperti teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis.
b). Sanksi pelanggaran sedang dengan jenis
seperti penundaan kenaikan gaji, penurunan gaji, dan penundaan kenaikan pangkat.
c). Sanksi
pelanggaran berat dengan jenis seperti penurunan pangkat dan pemecatan.
Menurut Roberts (2005), Winchell (2011), Dickson (2011), Chelli and Gendron (2013),
menegaskan bahwa sikap disiplin
merupakan hal utama yang harus diperhatikan dalam setiap proses kegiatan atau
pekerjaan dan harus diterapkan pada setiap departemen secara teritegrasi dan terus menerus untuk mencapai impian
atau tujuan yang diharapkan. Hal ini mendorong para manajer perusahaan untuk
mampu mengenali variabel-variabel atau faktor-faktor yang dapat mempengaruhi disiplin karyawan, seperti tujuan dan
kemampuan, kepemimpianan, insentif (tunjangan dan kesejahteraan), keadilan, pengawasan melekat (waskat), ketegasan
seorang pimpinan terhadap bawahannya, sanksi atau hukuman bagi karyawan yang melanggar, dan keadilan.
Penerapan disiplin kerja pada karyawan yang berhasil dengan baik, maka
kinerja karyawan pun akan meningkat, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai (Rasyidi, dkk., 2013).
E. Dimensi
Pengukuran Disiplin
Kerja
Dimensi pengukuran displin kerja ada bermacam-macam dan dalam artikel ini penulis memberikan satu contoh dimensi pengukuran disiplin kerja menurut Rivai.
Dimensi pengukuran disiplin kerja ini memiliki indikator-indikator tertentu dan menurut Rivai (2005:444), menyebutkan bahwa disiplin kerja merupakan suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Dimensi pengukuran disiplin kerja ini memiliki indikator-indikator tertentu dan menurut Rivai (2005:444), menyebutkan bahwa disiplin kerja merupakan suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Disiplin kerja memiliki beberapa indikator yaitu sebagai berikut :
1) Kehadiran.
Kehadiran
menjadi indikator yang mendasar untuk mengukur kedisiplinan, dan biasanya
karyawan yang memiliki disiplin rendah terbiasa untuk terlambat dalam bekerja. Bentuk kedisiplinan dari kehadiran dalam organisasi
dapat diukur melalui ketepatan waktu hadir, pemanfaatan waktu istirahat dengan
tepat, tidak mengulur-ulur waktu kerja, dan jumlah absen dalam waktu tertentu.
2) Ketaatan
pada peraturan kerja.
Karyawan yang taat pada peraturan kerja
tidak akan melalaikan prosedur kerja dan akan selalu mengikuti pedoman kerja yang
ditetapkan oleh perusahaan. Sikap kedisiplinan dari ketaatan pada peraturan kerja dalam
organisasi diukur melalui sikap taat pada peraturan kerja di proyek, sikap taat
pada prosedur kerja yang berlaku, dan sikap menerima hukuman/sanksi bila
melanggar aturan.
3) Ketaatan
pada standard
kerja
Ketaatan pada standard kerja
dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab karyawan terhadap tugas yang
diamanatkan kepadanya. Sikap
kedisiplinan dari ketaatan pada standard kerja dalam organisasi diukur melalui
sikap taat pada aturan jam kerja proyek, ketaatan pada perintah atasan,
ketaatan pada arahan pimpinan, dan ketaatan pada aturan standard keamanan.
4) Tingkat
kewaspadaan tinggi.
Karyawan yang memiliki kewaspadaan tinggi akan selalu
berhati-hati, penuh perhitungan dan teliti dalam bekerja, serta selalu
menggunakan sesuatu secara efektif dan efisien. Sikap kedisiplinan dari tingkat kewaspadaan tinggi
dalam organisasi diukur melalui sikap hati-hati dalam bekerja, sikap fokus dan
teliti dalam bekerja, sikap penuh perhitungan dalam bekerja, dan penggunaan
waktu kerja yang efektif dan efisien.
5) Bekerja
etis.
Beberapa karyawan mungkin melakukan
tindakan yang tidak sopan atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas dan hal ini merupakan salah satu bentuk
tindakan indispliner, sehingga bekerja etis sebagai salah satu wujud dari
disiplin kerja karyawan.
Sikap kedisiplinan dari bekerja etis dalam organisasi diukur melalui sikap taat
pada etika kerja, sikap etis dalam hubungan dengan sesama rekan kerja, sikap
menghargai keberadaan pimpinan di proyek, serta sikap dan perilaku sopan pada
setiap orang di proyek.
F.
Hubungan antara Disiplin Kerja dengan Kinerja
Menurut pendapat
beberapa ahli dan peneliti terdapat hubungan antara disiplin kerja dengan
kinerja. Sutrisno (2009:102), menyatakan bahwa disiplin kerja adalah sikap
kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati segala norma peraturan
yang berlaku di organisasi. Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat
pencapaian tujuan organisasi, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi
penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan organisasi.
Mangkuprawira
dan Aida (2007:122), menyatakan kedisiplinan karyawan adalah sifat seorang
karyawan yang secara sadar mematuhi aturan dan peraturan organisasi tertentu.
Kedisplinan sangat mempengaruhi kinerja karyawan dan perusahaan. Kedisiplinan
seharusnya dipandang sebagai bentuk latihan bagi karyawan dalam melaksanakan
aturan-aturan perusahaan.
Selain itu beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa disiplin kerja mampu mempengaruhi kinerja karyawan. Sebagai
contoh penelitian yang
dilakukan oleh Reza (2010), Taufik (2012), dan Nurcahyani (2012), bahwa
terdapat hubungan antara disiplin kerja terhadap kinerja karyawan di proyek
konstruksi. Dalam penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa jika karyawan memiliki disiplin kerja yang baik, maka
cenderung bersikap dan berperilaku baik dengan mematuhi aturan-aturan yang ada
dan berusaha menghindari kesalahan, sehingga kinerjanya pun semakin baik.
Demikianlah artikel yang membahas secara rinci tentang variabel disiplin kerja yang berkenaan dengan teori, bentuk-bentuk, pendekatan, sanksi pelanggaran, dan dimensi pengukuran disiplin kerja yang mampu berpengaruh pada kinerja karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Chirasha, Vonai. 2013. Management of Discipline for Good Performance: A Theoretical Perspective.
Online Journal of Social Sciences
Research, Vol. 2, No.7, pp:
214-219.
Dickson, Donna. et.all. 2011. HRD Domain in The Service Science Discipline: Developing Interdisciplinary Professionals. Journal of European Industrial Training. Vol.35.No.6.pp:540
Mangkunegara,
Anwar Prabu. 2007.
Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia.
Cetakan kedua.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Mangkuprawira, Safridan Aida Vitalaya H. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Hasibuan,
Malayu. S. P. 2006. Manajemen, Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurcahyani, Siti. 2012. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi,
dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Nadira
Property Mandiri Jepara. Skripsi. Program Sarjana Universitas Maria. Kudus.
Reza,
Regina Aditya. 2010. Pengaruh
Gaya Kepempimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Sinar Santosa Perkasa Banjarnegara. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Rivai, Veithzal. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan. Dari Teori ke Praktik.
Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Roberts, John.2005. The Power of The 'Imaginary' in Disciplinary Processes. Organization Journal, Vol. 12. No. 5. pp:619-642.
Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan I. Jakarta: PT. Kencana
Media Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar